19 Kearifan Lokal Suku Serawai dan Adaptasi Perubahan Iklim
Gantanews.co — Sebanyak 19 kearifan lokal Suku Serawai di Bengkulu, dapat menjadi dasar pengetahuan modern dalam adaptasi perubahan iklim.
Ini dikemukakan Prof. Panji Suminar dalam orasi ilmiah pengukuhan Guru Besar Ekologi Manusia Universitas Bengkulu (UNIB) yang berjudul Menjaga Bumi, Merawat Pengetahuan: Transformasi Epistemologi Ekologi dalam Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan.
“Krisis ekologis menempatkan kita pada titik balik peradaban. Kerusakan hutan, kerusakan lahan, pencemaran air dan punahnya keanekaragaman hayati adalah gejala dari kegagalan pembangunan yang menyampingkan kearifan local,” ungkap Prof. Panji.
Menurut Prof. Panji, fenomena ini bukan hanya masalah teknis atau lingkungan, tapi juga krisis etika dan peradaban. Dalam konteks ini, indigenous ecological knowledge (IEK) atau pengetahuan lokal masyarakat adat muncul bukan sebagai warisan masa lalu semata.
“Melainkan juga sebagai sumber daya pengetahuan yang relevan dalam mendesain masa depan lingkungan yang berkelanjutan,” kata Prof. Panji.
Prof. Panji menjelaskan, 19 bentuk kearifan local Suku Serawai tersebut, terbukti berhasil diidentifikasi dan dinamakan Celako Kemali yang merupakan sistem norma dan nilai.
“Celako Kemali itu dapat menjadi pedoman dalam praktik pertanian dan perkebunan pada Etnis Serawai. Sistem ini di dalamnya menyangkut tabu dan larangan yang dibagi ke dalam bentuk sanksi,” jelas Prof. Panji.
Lebih lanjut disampaikannya, dari 19 celako kemali itu, tiga celako kemali telah punah karena situasi luasan lahan. Lima masih digunakan tetapi termodifikasi, dan 11 masih diterapkan sepenuhnya.
“Celako kemali sejatinya berisikan pesan keseimbangan ekologis dalam pengelolaan sumber daya alam. Ini merupakan pengetahuan yang seharusnya wajib dijadikan pertimbangan setiap pembangunan di Bengkulu,” demikian Prof. Panji.
A. Tiga Yang Punah
1. Kijang Ngulang Tai: petani hanya dibolehkan mengelola tanah pertanian hanya satu tahun sekali. Ini dilakukan agar tanah setelah dimanfaatkan dapat Kembali subur.
2. Sepenetaan akaqh kayu atau sepenggorengan arang: Larangan menebang pohon di lereng bukit, sementara di lembah terdapat persawahan.
3. Umo tekeno tana tigo atau bukit tiga gunung sembilan: Tidak diperbolehkan membuka hutan di lembah yang dikelilingi tiga bukit untuk kegiatan pertanian.
B. Lima Yang Masih Digunakan, Namun Dimodifikasi
1. Manggang tetugu: Tidak diperbolehkan menebang hutan yang berbatasan dengan tanah angker.
2. Tana penyakitan atau tana angker: Tidak boleh membuka lahan pertanian di daerah yang merupakan tempat tinggal roh leluhur.
3. Binti meretas tanjung: Tidak boleh membuka lahan di delta sungai meskipun tanahnya sangat subur.
4. Tanam tungku buisi: Tidak diperbolehkan membuka hutan untuk kegiatan pertanian di sekitar lokasi yang dianggap sebagai tempat tinggal roh halus.
5. Bemban teralai: Seseorang tidak boleh menebang hutan di lereng bukit ketika sungai mengalir di lembah.
C. 11 Yang Masih Diterapkan
1. Kijang melumpat: Tata kelola membuka lahan dan sawah.
2. Tanah siboan: Tidak diperkenankan mengelola lahan pertanian di makam leluhur atau tempat ritual adat.
3. Merabung bumi atau pematang kuburan: Seseorang dilarang membuka lahan untuk bercocok tanam jika lahan tersebut diapit oleh dua sungai atau anak sungai.
4. Setabua gendang: Larangan menebang hutan di hulu sungai.
5. Ulu tulung betangisan: Dilarang membuka lahan di lereng yang terdapat dua mata air yang mengalir berlawanan arah.
6. Sepelansaran mayat: Jika seseorang menanam padi di setengah bagian lereng bukit pada tahun tertentu, maka setengah bagian sisanya dilarang ditanami pada tahun berikutnya.
7. Sepelintasan perau atau mengakipitka aiak: Dilarang membuka lahan pertanian di sisi kiri dan kanan sungai. Lahan pertanian hanya boleh dibuka di satu sisi sungai.
8. Elang setepak atau ncapkkah tunggul rokok sampai ke sawah: Pembukaan lahan di daerah perbukitan dilarang, sedangkan di daerah lembah masih bisa ditemukan persawahan.
9. Tikam luang atau nengakah ulu tulung buntu: Dilarang keras membersihkan lahan pertanian di hulu sungai atau di dekat mata air.
10. Segelibak bangkai atau sebaliak badan: Tata Kelola pertanian di perbukitan.
11. Macan merunggu: Dilarang membuka areal persawahan yang ditumbuhi pepohonan lebat dan sering dijadikan sarang harimau atau tempat tinggal arwah. (Rls/Fjr)