Webinar GN Literasi Digital di Tulangbawang Barat Bertajuk “Pentingnya Internet untuk Pengenalan Budaya”

waktu baca 5 menit

Ekstrak:

Bapak Presiden Republik Indonesia memberikan arahan tentang pentingnya Sumber Daya Manusia yang memiliki talenta digital. Ditindak lanjuti oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika melalui Direktorat Pemberdayaan Informatika, melalui Ditjen Aptika yang menargetkan hingga tahun 2024 bisa menjangkau 50 juta masyarakat agar mendapatkan literasi di bidang digital. Khusus pada 2021 diproyeksikan sebanyak 12,5 juta masyarakat dari berbagai kalangan mendapatkan literasi dibidang digital.

Untuk meraih target itu, Kemkominfo melalui Direktorat Jenderal Aplikasi Informatika menyelenggarakan kegiatan Webinar Indonesia Makin Cakap Digital di Wilayah Sumatera di 77 Kab/Kota dari Aceh hingga Lampung.

Sebagai Keynote Speaker adalah Gubernur Provinsi Lampung yaitu, Ir. H. Arinal Djunaidi., dan Bp. Presiden RI Bapak Jokowi ikut memberikan sambutannya.

GANTANEWS.CO, Lampung Tengah – Webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 bertajuk “Pentingnya Internet untuk Pengenalan Budaya” digelar di Tulangbawang Barat, Jumat (20/09/2021). Lima pembicara dari berbagai profesi ikut menjadi pembicara dengan tema yang berbeda.

RURI SUSANTI, M.PD., GR (Kepala SMK Pariwisata IT Nurul Iman), pada pilar KECAKAPAN DIGITAL. Ruri memaparkan tema “INCLUSIVE SOCIAL MEDIA: AKSEBILITAS DAN FITUR SOSIAL MEDIA BAGI DIFABEL”. Dalam pemaparannya, Ruri menjelaskan disabilitas merupakan setiap orang yang mengalami keterbatasan fisik, intelektual, mental, atau sensorik dalam jangka waktu lama yang dalam berinteraksi dengan lingkungan dapat mengalami hambatan dan kesulitan untuk berpartisipasi secara penuh dan efektif dengan warga negara lainnya berdasarkan kesamaan hak. Ragam penyandang disabilitas, meliputi penyandang disabilitas fisik, penyandang disabilitas mental, penyandang disabilitas intelektual, dan penyandang disabilitas sensorik. Aksesbilitas merupakan kemudahan yang disediakan bagi penyandang cacat guna mewujudkan kesamaan kesempatan dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan.

Ruri menguraikan bahwa digitalisasi layanan disabilitas, meliputi transformasi digital dengan meningkatkan aksesbilitas teknologi informasi, kualitas hidup berupa akses untuk layanan kesehatan, kesamaan hak dalam menjangkau setiap lapisan masyarakat di seluruh pelosok tanah air, serta komitmen dalam mendorong peningkatan upaya penghormatan. Pola pendampingan penggunaan media sosial sebagai penyandang disabilitas, meliputi mendampingi dan mengarahkan tujuan penggunaan media sosial bagi disabilitas, mendorong dan membentuk komunitas peduli disabilitas dalam masyarat, serta membuat regulasi, program pendampingan bagi penyandang disabilitas.

Dilanjutkan dengan pilar KEAMANAN DIGITAL, oleh HESTY MAUREEN, S.T., M.ENG (Founder and Principal Paris De La Mode Fashion). Hesty mengangkat tema “REKAM JEJAK DI RANAH PENDIDIKAN”. Hesty membahas rekam jejak digital merupakan segala rekaman atau bukti yang ditinggalkan setelah beraktivitas di internet dan terekam melalui komputer atau laptop. Jejak yang dapat ditinggalkan di internet meliputi, mencari dan berkunjung ke situs, aplikasi yang menggunakan GPS, like dan follow pada media sosial, mendengarkan musik online, nonton dan komen di youtube, games online, download aplikasi, pengiriman email, belanja online, serta tatap muka jarak jauh. Rekam jejak digital di ranah pendidikan memiliki sisi positif dan negatif. Sisi positifnya yaitu seorang dosen pernah menulis opini di media sosial yang dapat membawa kebaikan. Sisi negatifnya berupa jejak digital dapat meledak kapan saja, contohnya seseorang yang menulis komentar negatif dan mengunggah konten yang tidak pantas.

“Jenis jejak digital terdiri dari jejak digital pasif dan jejak digital aktif. Jejak digital aktif merupakan data yang sengaja dibuat untuk ditinggalkan penggunannya. Sedangkan, jejak digital pasif merupakan data yang ditinggalkan penggunanya tanpa disadari. Tips menggunakan jejak digital, sehingga dapat meminimalisir terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan diantaranya, selalu membaca syarat dan ketentuan setiap mengunduh aplikasi atau dalam proses registrasi, membuat password atau PIN yang unik, mengunggah hal-hal positif di berbagai media sosial, hati-hati dalam mengunggah data pribadi di media sosial, serta gunakan aplikasi penghapus unggahan di media sosial mulai dari foto atau video, likes, dan komentar yang pernah diunggah,” urainya.

Pilar BUDAYA DIGITAL, oleh RUDIYANSYAH, S.PD (Penghimpunan Humas Pendidikan Tinggi dan Anggota Aliansi Jurnalis Independen). Rudi memberikan materi dengan tema “CARA BERINTERAKSI DAN BERKOLABORASI DI RUANG DIGITAL SESUAI ETIKA”. Rudi menjelaskan literasi digital adalah sebuah konsep dan praktik yang bukan sekadar menitikberatkan kecakapan untuk menguasai teknologi. Namun juga banyak menekankan pada kecakapan pengguna media digital dalam melakukan proses mediasi media digital yang dilakukan secara produktif. Dibutuhkan kemampuan untuk berkolaborasi dengan berbagai komunitas dan elemen masyarakat untuk membantu mengurangi kasus hoaks, ujaran kebencian, dan pornografi di media sosial. Elemen penting, meliputi pemerintah, komunitas, media, dan warga pengguna media sosial. Kompetensi kolaborasi, antara lain menggunakan caption yang baik, tidak mengandung SARA, menggunakan metode engagement seperti likes pada setiap unggahan yang positif dan inspiratif, serta menggunakan metode komentar dalam melakukan interaksi.

“Kolaborasi positif, dapat menjadi sistem pendukung bagi masyarakat dalam menghadapi berbagai serangan informasi di dunia internet. Sebaliknya kolaborasi negatif dapat menjebloskan masyarakat pada pusaran perspektif yang salah bahkan ranah hukum. Sebagai pengguna internet masyarakat diharapkan memahami aturan hukum yang mengatur gerak-gerik di dunia digital. Aturan hukum tersebut tertuang di dalam UU ITE banyak kasus yang terjadi di Indonesia terjerat oleh UU ITE pasal 27 ayat 1 yaitu memuat konten melanggar kesusilaan misalnya pornografi, pasal 27 ayat 3 terkait pencemaran nama baik, pasal 28 ayat 2 tentang menyiarkan kebencian, dan pasal 29 tentang ancaman kekerasan,” jelas Rudiyansyah.

Narasumber terakhir pada pilar ETIKA DIGITAL, oleh ADITYA PRATAMA, S.E., M.A (Dosen Universitas Muhammadiyah Lampung UIN Raden Intan). Aditya mengangkat tema “PERAN DAN FUNGSI E-MARKET DALAM MENDUKUNG PRODUK LOKAL”. Aditya membahas peran teknologi, sebagai alat bantu teknis UMKM di era teknologi informasi. Fungsinya, untuk meningkatkan penjualan UMKM, menjangkau pembeli produk UMKM lebih luas, dan memperluas pemasaran produk UMKM. Keuntungan yang didapat berupa, pembeli dapat dari seluruh daerah di Indonesia bahkan dari luar Indonesia, tidak ada jam buka dan tutup, mudah dalam pemasaran produk atau promosi tepat sasaran. Serta, tidak membutuhkan toko fisik untuk display produk lokal.

Menurutnya, E-market merupakan salah satu cara untuk memasarkan hasil atau produk berbasis teknologi informasi dan komunikasi. Dengan e-market dapat memperpendek mata rantai bisnis dan memperluas akses informasi dan pasar. Media perantara yang dapat digunakan untuk e-market ialah aplikasi pesan, seperti whatsapp dan telegram. Media sosial, seperti instagram, facebook, dan twitter.  Forum jual beli, seperti kaskus. Serta, online marketplace seperti shopee, tokopedia, dan lazada. Ciri-ciri e-commerce meliputi, transaksi tanpa batas, transaksi anonim, produk digital dan non digital, serta produk barang tak terwujud. Webinar diakhiri, oleh ALIFIA MARSELLA (Influencer dengan Followers 17,6 Ribu). Alifia menyimpulkan hasil webinar dari tema yang sudah diangkat oleh para narasumber, berupa pola pendampingan. (red/adip)

Follow me in social media: