Gantanews.co – Pemerintah melalui Menko Perekonomian Airlangga Hartarto mengumumkan bahwa kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12% akan mulai diterapkan mulai 1 Januari 2025, Senin (16/12).
Kebijakan ini menjadi bagian dari Paket Kebijakan Ekonomi untuk Kesejahteraan Rakyat yang lebih luas, yang berfokus pada peningkatan daya beli masyarakat dan akselerasi pertumbuhan ekonomi inklusif.
Kenaikan PPN 12%: Berlaku untuk Barang Mewah
Dalam penjelasannya, Menteri Keuangan Sri Mulyani menekankan bahwa kebijakan ini akan selektif, dengan penyesuaian yang difokuskan pada barang-barang premium dan mewah. Oleh karena itu, kebutuhan pokok masyarakat, terutama kalangan kelas menengah ke bawah, tidak akan terbebani dengan kenaikan ini.
Insentif dan Dukungan untuk Sektor Padat Karya
Sebagai bentuk perhatian pemerintah terhadap sektor padat karya, Airlangga Hartarto mengungkapkan bahwa pekerja dengan gaji antara Rp4,8 juta hingga Rp10 juta per bulan akan mendapatkan insentif PPh yang ditanggung pemerintah. Ini khusus untuk pekerja di sektor padat karya seperti industri tekstil, furnitur, dan alas kaki, yang akan mendapatkan kebijakan khusus sebagai dampak dari kenaikan PPN.
“Untuk sektor padat karya, pajak penghasilan mereka akan ditanggung pemerintah, sebagai bentuk kepedulian terhadap masyarakat kelas menengah,” jelas Airlangga.
Pemerintah juga menyiapkan serangkaian insentif untuk mendukung produktivitas sektor padat karya. Sri Mulyani menjelaskan bahwa ada pembiayaan subsidi bunga 5% untuk revitalisasi mesin di industri padat karya dan bantuan jaminan kecelakaan kerja (JKK) sebesar 50% selama enam bulan.
Perlindungan bagi Masyarakat Kelas Bawah – Menengah
Sebagai bagian dari respons terhadap kenaikan PPN, pemerintah akan memberikan sejumlah kebijakan untuk melindungi masyarakat kelas bawah. Pertama, PPN untuk tiga barang pokok penting—minyak goreng, tepung terigu, dan gula industri—akan tetap dikenakan tarif 11%, dengan insentif pajak ditanggung pemerintah sebesar 1%.
Selain itu, pemerintah juga akan memberikan bantuan pangan berupa 10 kg beras per bulan selama dua bulan untuk 16 juta keluarga penerima manfaat (KPM). Bagi mereka yang memiliki sambungan listrik dengan kapasitas di bawah 2.200 VA, pemerintah akan memberikan diskon tarif listrik hingga 50% untuk dua bulan.
Untuk sektor properti, PPN akan tetap ditanggung pemerintah untuk transaksi properti dengan nilai hingga Rp5 miliar, dengan dasar pengenaan pajak sebesar Rp2 miliar. Ini bertujuan untuk meringankan beban pembeli properti yang terkena dampak kenaikan tarif PPN. Pemerintah juga tetap melanjutkan fasilitas insentif pajak untuk kendaraan listrik.
Pemerintah berharap bahwa serangkaian kebijakan ini akan membantu meringankan beban masyarakat, terutama golongan berpendapatan rendah, sekaligus mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih inklusif dan berkelanjutan. Dengan pemberian insentif yang luas ini, diharapkan ekonomi Indonesia dapat terus berkembang meski ada penyesuaian tarif pajak. (red)