Terapi Antibodi Monoklonal dan Efek Sampingnya?

waktu baca 3 menit
Obat ini hanya bisa diberikan untuk pasien COVID-19 yang gejalanya masih ringan dan belum memerlukan terapi oksigen.

GANTANEWS.CO – Kini semakin banyak obat dan vaksin yang telah terbukti mampu mengatasi COVID-19. Salah satunya adalah terapi antibodi monoklonal yang diklaim mampu mengurangi waktu rawat inap serta mencegah perburukan gejala. Namun, obat ini hanya bisa diberikan untuk pasien COVID-19 yang gejalanya masih ringan dan belum memerlukan terapi oksigen.

Di Amerika Serikat, U.S. Food and Drugs Administration juga telah menyetujui penggunaan darurat terapi antibodi monoklonal ini sejak Februari 2021.

Baca: Positif Covid-19, Gorila di Kebun Binatang Atlanta Dirawat Antibodi Monoklonal

Ada dua jenis obat yang digunakan dalam obat ini, yakni bamlanivimab dan etesevimab. Hasil uji klinik fase pertama dan kedua di tingkat global menunjukkan keamanan, efektivitas, serta efikasi yang menjanjikan dari penggunaan obat tersebut.

Antibodi monoklonal adalah protein buatan laboratorium yang meniru kemampuan sistem kekebalan tubuh untuk melawan patogen berbahaya seperti virus.

Bamlanivimab dan etesevimab adalah antibodi monoklonal yang secara khusus ditujukan untuk protein spike dari virus SARS-CoV-2, sehingga dapat memblokade perlekatan dan masuknya virus ke dalam sel manusia.

Bamlanivimab dan etesevimab ini akan mengikat ke lokasi yang berbeda tetapi akan bekerja secara bersamaan pada protein spike virus.

Dalam uji klinis pasien COVID-19 dengan derajat ringan-sedang, infus tunggal bamlanivimab dan etesevimab yang diberikan bersama-sama secara signifikan mengurangi rawat inap dan kematian terkait COVID-19. Meski begitu, keamanan dan efektivitas dalam laporan uji investigasi dalam pengobatan COVID-19 masih terus dievaluasi.

Namun, pengobatan dengan bamlanivimab dan etesevimab belum diteliti pada pasien yang dirawat di rumah sakit karena COVID-19. Sebab saat ini uji klinis terapi monoklonal baru terbatas pada pasien rawat jalan.

Selain itu, terapi antibodi monoklonal, seperti bamlanivimab dan etesevimab, dapat menunjukkan hasil klinis yang lebih buruk ketika diberikan kepada pasien rawat inap dengan COVID-19 yang membutuhkan oksigen aliran tinggi atau ventilasi mekanis.

Pengujian yang dilakukan di perusahaan farmasi Korea Selatan, Celltrion Healthcare, telah menunjukkan hasil potensial untuk pengobatan COVID-19 bagi orang dewasa dengan gejala ringan ke sedang. Terapi tersebut bahkan terbukti mampu menunjukkan aktivitas netralisasi kuat terhadap varian virus SARS-CoV-2 wild type atau beberapa varian yang kini menjadi perhatian seperti varian Alpha (B 117), Delta (B 1617), Beta (B 1351), sampai Gamma (P1).

Di Indonesia, izin eksklusif terapi antibodi monoklonal Regdanvimab dengan merek RegkironaTM kini dipegang oleh Dexa Medica (Dexa Group).

Dr. Raymond Tjandrawinata yang merupakan Executive Director Dexa Laboratories of Biomolecular Sciences (DLBS) menyebutkan bahwa RegkironaTM sebagai salah satu pilihan obat antivirus COVID-19 untuk pasien COVID-19 di Indonesia telah melalui uji klinik fase III dengan hasil positif.

Raymond menjelaskan bahwa kini sejumlah perhimpunan profesi dokter Indonesia telah memasukkan rekomendasi terapi antibodi monoklonal, salah satunya Regdanvimab dalam Surat Usulan Revisi Pedoman Tata Laksana COVID-19 tertanggal 14 Juli 2021.

Dexa Group juga sudah mendapatkan izin edar atau emergency use authorization (EUA) dari Badan Pengawas Obat dan Makanan untuk mengimpor RegkironaTM ke Indonesia secara berkelanjutan, sesuai kebutuhan rumah sakit dan dokter untuk perawatan pasien COVID-19.

Ada beberapa efek samping yang serius dan tak terduga dari terapi antibodi monoklonal, ini termasuk hipersensitivitas, anafilaksis, dan reaksi terkait infus. Namun, efek ini hanya untuk pemberian bamlanivimab tanpa pemberian bersama etesevimab.

Selain itu, perburukan klinis setelah pemberian bamlanivimab juga telah dilaporkan, meskipun tidak diketahui apakah kejadian ini terkait dengan penggunaan bamlanivimab atau karena perkembangan COVID-19. Kemungkinan efek samping dari bamlanivimab dan etesevimab yang diberikan bersamaan adalah mual, pusing, pruritus, dan ruam.(SUMBER: halodoc.com)

Follow me in social media: