Telur Ayam Tidak Bahagia Tanpa Seks dan Terpenjara, Itulah Makanan Kita

waktu baca 4 menit
ayam kawin

TAHUKAH Anda, bahwa telur yang kita konsumsi adalah telur ayam yang tidak bahagia. Tidak bahagia karena telur ayam yang kita makan sehari-hari tidak berawal dari proses perkawinan ayam jantan dan ayam betina. Bahkan, Si Betina ‘terpenjara’ dan tak memperoleh haknya untuk ‘begituan’.

Kebiasaan mengonsumsi telur ayam tidak bahagia itu sudah berlangsung lama, lantaran produksi telur ayam kampung sangat terbatas. Sejauh ini nyaris belum ada usaha dari pemerintah untuk meningkatkan produksi telur ayam hasil perkawinan ayam kampung. Demi ketersediaan protein hewani, pemerintah fokus meningkatkan produksi telur ayam melalui industri yang mengandalkan pakan dan menggunakan kimia aman.

Telur adalah anugrah pangan terbesar dari Tuhan. Dalam sejarah asal muasalnya, telur keluar setelah ayam betina dibuahi ayam jantan. Namun akal manusia dan pengetahuan telah mengubahnya. Dan, atas dasar pemenuhan protein hewani, dunia pun bisa menerimanya.

Lalu, ayam betina yang semula dilepasliarkan, dikandangkan, setelah melalui sejumlah rekayasa genetika yang berhasil menemukan jenis ayam betina baru yang disebut ayam petelur (ayam ras).

Generasi jenis ayam ini dipaksa bertelur secara massal dalam kandang-kandang peternakan. Diberi makan, vitamin dan kimia aman tertentu supaya dapat bertelur setiap harinya. Karena telur yang dihasilkan tidak melalui proses perkawinan yang membahagiakan, maka, sebut saja telur yang dihasilkan adalah telur tidak bahagia. Logik, bukan!

Telur mengandung hampir semua zat yang diperlukan untuk membangun semua kebutuhan proses pembelahan sel pembentuk jaringan dan organ tubuh, sebagai bahan baku lahirnya makhluk hidup baru yaitu anak ayam. Ketika telur fertil dierami dalam waktu 21 hari, maka menetas menjadi anak ayam.

Kuning telur bahagia mengandung fosfolipid, kolesterol, juga ada trigliserida, yang bagus untuk perkembangan otak anak.

Telur juga mengandung lesitin untuk menyetabilkan tekanan darah, membantu absorbsi vitamin ADEK, dan memperbaiki fungsi prostat. Fosfolipid, merupakan nutrisi untuk pembentukan membran sel, DNA/RNA dan penyumbang fosfor tulang. Karotenoid, berfungsi sebagai provitamin A, antioksidan, mencegah penyakit kardiovaskuler.

Lutein sebagai karotenoid dalam telur dapat mencegah penuaan. Zeaxanthin, adalah antioksidan penting dalam telur, disuplai dari jagung kuning pada pakan. Ayam sehat pun bisa dilihat dari warna jengger, kaki, paruh, dan kuning telurnya. Warna kuning pekat pertanda provitamin A lebih banyak. Hampir semua vitamin ada dalam telur, kecuali vitamin C. Mineral makro dan mikro pun terkandung lengkap.

Kabar terbaru melaporkan sudah dilakukan pengembangan telur bahagia, meski belum diseriusi oleh pemerintah.

Telur ayam bahagia adalah telur dari ayam yang sehat, dipelihara memenuhi kaidah animal welfare, menghindari penggunaan antibiotika dan obat beresidu, dan memberikan nutrisi tambahan untuk meningkatkan kesehatan ayam dan nilai fungsionalitas telurnya, sehingga menghasilkan telur yang sehat dan menyehatkan.

Atas dasar pemikiran itu, telur yang pada dasarnya sudah merupakan bahan pangan unggul secara nutrisi, dicoba ditingkatkan eksistensinya dengan rekayasa nutrisi pakan untuk menaikkan functional value-nya.

Pakan yang didesain organik, diberi imbuhan bahan multifungsional termasuk pengganti antibiotik, diantaranya probiotik, prebiotik, multi-essential oil, dan zat fungsional lainnya.

Albumin mengandung imunoglobulin lebih beragam dan lebih tinggi (+10 %), sedangkan kadar kolesterol kuning telurnya pun turun (30 % lebih rendah). Penambahan minyak ikan dalam formula pakan akan meningkatkan kadar omega 3, tetapi biasanya cita rasa telur menjadi lebih amis. Maka ditambahkan minyak dari sumber lain dengan rantai karbon lebih panjang.

Sebagaimana produk telur fungsional di Jepang diperkaya folat, vitamin D, omega 3, dan lain-lain. Di negara maju, pangan yang telah disematkan label fungsional harganya lebih tinggi, antara 30 – 500 % dibandingkan dengan yang konvensional.

Pangan fungsional termasuk telur, dapat mengurangi risiko penyakit degeneratif maupun penyakit patogenik, dan mampu membantu mencegah/mengatasi problem stunting secara lebih cepat.

Produk telur ayam bahagia yang dikembangkan oleh Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada (Fapet UGM) bekerjasama dengan pemerintah Kabupaten Sleman selama 3 tahun (2018-2020) telah dimanfaatkan untuk mengatasi kasus anak-anak stunting yang lahir dari ibu hamil dengan status kekurangan energi kronis (KEK). Ibu hamil KEK diberikan telur ayam bahagia 2 butir per hari, lamanya 90 hari.

Hasilnya, 40 % ibu hamil sudah mentas dari status KEK. Selain itu, 62 % bayi yang lahir terhindar dari risiko stunting. Bahkan, bekerjasama dengan sebuah yayasan, telur ayam bahagia ini dipergunakan untuk terapi nutrisi bagi penderita HIV/AIDS, dengan hasil empirik mampu mempercepat pemulihan penderita yang drop dengan meningkatkan kadar CD4.

Fapet UGM juga bekerjasama dengan Baznas dI Yogyakarta untuk menebar program beternak ayam petelur untuk peningkatan gizi dengan kepemilikan 50 ekor per keluarga. Penerima bantuan ini dibimbing untuk menghasilkan telur ayam bahagia pula.

Lagi-lagi pengalaman empirik, keluarga dosen UGM yang biasanya alergi telur ayam ras, setelah makan telur ayam bahagia ternyata tidak mengalami alergi. Telur ayam bahagia ini, bisa bertahan 2 bulan dalam refrigerator.

Riset ayam bahagia yang masih on progress adalah pemeliharaan dengan sistem free range. Namun masih terkendala oleh tingkat kematian yang relatif tinggi akibat berbagai penyakit. Walaupun barangkali ada faktor kandang yang dipergunakan adalah kandang lama dan kurang dalam hal penanganan higienitasnya.

Kendala lainnya, telur kurang bersih karena ayam bertelur di mana-mana dan ayam tidak selalu bertelur di tempat yang telah disediakan.

Pendek kata, untuk mengubah kebiasaan mengonsumsi telur kembali seperti hukum alamnya, masih harus diupayakan penelitian-penelitian terapan yang memungkinkan telur ayam bahagia bisa diproduksi lebih banyak.

(adip)

Follow me in social media: