Sebaiknya Aparatur Desa Tahu, Inilah Pokok-pokok UU Pers  dan Kode Etik Jurnalistik

waktu baca 6 menit
Juniardi

Oleh: Juniardi*

Ekstrak: Artikel ditulis oleh Juniardi, wartawan sekaligus Pemimpin Redaksi Media Online Sinar Lampung. Ia akrab disapa Bang Jun. Selain aktif menjadi pengurus PWI Lampung, jurnalis berambut gondrong ini pernah menjadi Ketua Komisi Informasi Provinsi Lampung.

Artikel ini adalah materi yang ia sampaikan pada kegiatan pelatihan jurnalistik untuk kepala kampung, di Tulangbawang, Senin 20 September 2021.

GANTANEWS.CO, Tulang Bawang – UU No 40 tahun 1999 tentang Pers menyebutkan bahwa Pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik yang meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia.

Sementara fungsi pers (pasal 3 UU Pers,) setidaknya ada lima, yaitu pers sebagai media informasi, pendidikan, hiburan, kontrol sosial, dan sebagai lembaga ekonomi.

Sebagai Media Informasi, ialah pers itu memberi dan menyediakan informasi tentang peristiwa yang terjadi kepada masyarakat, dan masyarakat membeli surat kabar karena memerlukan informasi.

Keberadaan UU Pers, adalah untuk melindungi dan mengendalikan kemerdekaan pers dari pihak-pihak yang tidak suka dengan adanya kebebasan pers

Adanya penyalahgunaan kebebasan pers oleh insan pers sendiri jelas bertentangan dengan fungsi dan peranan yang diembannya. Dengan demikian, tantangan terberat sesungguhnya justru kebebasan pers itu sendiri.

Sebagai fungsi pendidikan, pers menjadi sarana pendidikan massa (mass education), pers memuat tulisan-tulisan yang mengandung pengetahuan sehingga masyarakat bertambah pengetahuan dan wawasannya. 

Sebagai fungsi menghibur, pers memuat hal-hal yang bersifat hiburan untuk mengimbangi berita berita berat (hard news) dan artikel-artikel yang berbobot. Biasanya berbentuk cerita pendek, cerita bersambung, cerita bergambar, teka-teki silang, pojok, dan karikatur.

Sebagai, fungsi kontrol sosial, terkandung makna demokratis, dimana terdapat unsur social particiption yaitu keikutsertaan rakyat dalam pemerintahan. 

Sosial responsibility itu pertanggungjawaban pemerintah terhadap rakyat.  Sosial support terkait dukungan rakyat terhadap pemerintah. Dan sosial control yaitu kontrol masyarakat terhadap tindakan-tindakan pemerintah.

Dan sebagai lembaga ekonomi, pers adalah perusahaan yang memanfaatkan keadaan di sekitarnya dengan tujuan memperoleh keuntungan maksimal dari hasil prodduksinya untuk kelangsungan hidup lembaga pers itu sendiri.

Sementara peranan pers dalam UU Pers disebutkan untuk memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui. Kemudian menegakkan nilai-nilai dasar demokrasi, mendorong terwujudnya supremasi hukum, hak asasi manusia, serta menhormati kebhinekaan. 

Pers berperan ikut mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat dan benar. Pers juga berperan melakukan pengawasan, kritik, koreksi dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum, serta memperjuangkan keadilan dan kebenaran.

Terkait kerja-kerja wartawan diatur oleh Kode Etik Wartawan yang menjadi rambu-rambu bagi setiap insan pers agar bekerja profesional.  

Cara-cara yang profesional adalah menunjukkan identitas diri kepada narasumber, menghormati hak privasi, tidak terlibat suap, menghasilkan berita yang faktual dan subjek berita yang jelas.

Hal itu diatur dalam UU Pers Nomor 40/99, terutama kode etik di Pasal 2 terkait rekayasa pengambilan dan pemuatan atau penyiaran gambar, foto, suara harus dilengkapi dengan keterangan tentang sumber dan dilaporkan secara berimbang.

Setiap insan pers harus menghormati pengalaman traumatik narasumber dalam hal penyajian gambar, foto, suara. TIdak melakukan plagiat, termasuk menyatakan hasil liputan wartawan lain sebagai karya sendiri.

Penggunaan cara-cara tertentu dapat dipertimbangkan untuk peliputan berita investigasi yang bertujuan untuk kepentingan publik.

Wartawan Indonesia harus selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak bersalah. 

Menguji informasi berarti melakukan check and recheck tentang kebenaran informasi. Berimbang adalah memberikan ruang atau waktu pemberitaan kepada masing-masing pihak secara proporsional. Opini yang menghakimi adalah pendapat pribadi wartawan. Hal ini berbeda dengan opini interpretatif, yaitu pendapat yang berupa interpretasi wartawan atas fakta. Asas praduga tak bersalah adalah prinsip tidak menghakimi seseorang.

Wartawan tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan cabul. Bohong berarti sesuatu yang sudah diketahui sebelumnya oleh wartawan sebagai hal yang tidak sesuai dengan fakta yang terjadi. Fitnah berarti tuduhan tanpa dasar yang dilakukan secara sengaja dengan niat buruk. Sadis berarti kejam dan tidak mengenal belas kasihan..

Menulis berita tidak boleh cabul, artinya penggambaran tingkah laku secara erotis dengan foto, gambar, suara, grafis atau tulisan yang semata-mata untuk membangkitkan nafsu birahi. Dalam penyiaran gambar dan suara dari arsip, wartawan mencantumkan waktu pengambilan gambar dan suara.

Wartawan Indonesia tidak menyebutkan dan menyiarkan identitas korban kejahatan susila dan tidak menyebutkan identitas anak yang menjadi pelaku kejahatan. Identitas adalah semua data dan informasi yang menyangkut diri seseorang yang memudahkan orang lain untuk melacak. Anak di bawah umur adalah seorang yang berusia kurang dari 16 tahun dan belum menikah.

Wartawan Indonesia tidak menyalahgunakan profesi dan tidak menerima suap. Yang dimakasud menyalahgunakan profesi adalah segala tindakan yang mengambil keuntungan pribadi atas informasi yang diperoleh saat bertugas sebelum informasi tersebut menjadi pengetahuan umum. Suap adalah segala pemberian dalam bentuk uang, benda atau fasilitas dari pihak lain yang mempengaruhi independensi.

Wartawan juga memiliki hak tolak untuk melindungi narasumber yang tidak bersedia diketahui identitas maupun keberadaannya, menghargai ketentuan embargo, informasi latar belakang, dan “off the record” sesuai dengan kesepakatan.

Hak tolak adalak hak untuk tidak mengungkapkan identitas dan keberadaan narasumber demi keamanan narasumber dan keluarganya. Embargo adalah penundaan pemuatan atau penyiaran berita sesuai dengan permintaan narasumber. 

Informasi latar belakang adalah segala informasi atau data dari narasumber yang disiarkan atau diberitakan tanpa menyebutkan narasumbernya. Off the record adalah segala informasi atau data dari narasumber yang tidak boleh disiarkan atau diberitakan.

Wartawan Indonesia tidak menulis atau menyiarkan berita berdasarkan prasangka atau diskriminasi terhadap seseorang atas dasar perbedaan suku, ras, warna kulit, agama, jenis kelamin, dan bahasa serta tidak merendahkan martabat orang lemah, miskin, sakit, cacat jiwa atau cacat jasmani. Prasangka adalah anggapan yang kurang baik mengenai sesuatu sebelum mengetahui secara jelas. Diskriminasi adalah pembedaan perlakuan.

Wartawan harus menghormati hak narasumber tentang kehidupan pribadinya, kecuali untuk kepentingan publik. Menghormati hak narasumber adalah sikap menahan diri dan berhati-hati. Kehidupan pribadi adalah segala segi kehidupan seseorang dan keluarganya selain yang terkait dengan kepentingan publik.

Wartawan Indonesia segera mencabut, meralat, dan memperbaiki berita yang keliru dan tidak akurat disertai dengan permintaan maaf kepada pembaca, pendengar, dan atau pemirsa. Segera berarti tindakan dalam waktu secepat mungkin, baik karena ada maupun tidak ada teguran dari pihak luar. Permintaan maaf disampaikan apabila kesalahan terkait dengan substansi pokok.

Pasal 11, KEJ menyeburtkan bahwa wartawan Indonesia melayani hak jawab dan hak koreksi secara proporsional. Hak jawab adalah hak seseorang atau sekelompok orang untuk memberikan tanggapan atau sanggahan terhadap pemberitaan berupa fakta yang merugikan nama baiknya. Hak koreksi adalah hak setiap orang untuk membetulkan kekeliruan informasi yang diberitakan oleh pers, baik tentang dirinya maupun tentang orang lain. 

Proporsional berarti setara dengan bagian berita yang perlu diperbaiki. Penilaian akhir atas pelanggaran kode etik jurnalistik dilakukan Dewan Pers. Dan sanksi atas pelanggaran kode etik jurnalistik dilakukan oleh organisasi wartawan dan atau perusahaan pers.

*Calon Ketua PWI Lampung

Follow me in social media: