Gantanews.co – Nilai tukar rupiah kembali melemah pada Senin (16/12), menyentuh angka Rp16.018 per dolar AS pada pukul 09.20 WIB. Berdasarkan data Refinitiv, rupiah terkoreksi sebesar 0,18%, melanjutkan pelemahan 0,44% yang terjadi pada penutupan perdagangan Jumat lalu (13/12).
Kepala Departemen Pengelolaan Moneter (DPM) Bank Indonesia (BI), Edi Susianto, menjelaskan bahwa penurunan ini lebih banyak dipengaruhi oleh faktor eksternal, khususnya sentimen dari Amerika Serikat (AS).
“Pelemahan rupiah terjadi akibat rilis data Indeks Harga Konsumen (IHK) AS yang menunjukkan inflasi meningkat. Inflasi AS naik 2,7% (yoy), inflasi produsen mencapai 3% (yoy), dan inflasi inti mencapai 3,3% (yoy),” ujar Edi, Senin (16/12 ).
Selain itu, ekspektasi pasar terhadap kebijakan Bank of Japan (BoJ) juga memengaruhi pergerakan rupiah. “Pasar memperkirakan BoJ tidak akan menaikkan suku bunga acuannya, sehingga indeks dolar AS (DXY) menguat terhadap hampir seluruh mata uang negara berkembang Asia,” tambahnya.
Meskipun indeks dolar AS (DXY) turun tipis 0,18% menjadi 106,81, tekanan pada rupiah tetap terasa. Bahkan, pelemahan ini menjadi salah satu yang terendah sejak 7 Agustus 2024. Tidak hanya rupiah, mata uang lain di Asia juga melemah, seperti won Korea yang turun 0,27%, ringgit Malaysia 0,25%, dan baht Thailand 0,23%.
Namun, dibandingkan mata uang Asia lainnya, pelemahan rupiah masih terbilang lebih moderat. Hal ini terjadi di tengah kenaikan imbal hasil US Treasury tenor 10 tahun, yang turut memicu peralihan dana asing dari pasar Asia ke AS.
Analisis dan Prospek
Dengan kondisi eksternal yang belum stabil, pelaku pasar disarankan untuk terus memantau perkembangan kebijakan moneter global. BI sendiri diperkirakan akan menjaga stabilitas rupiah melalui intervensi pasar valuta asing dan pembelian Surat Berharga Negara (SBN). (red)