Menenangkan Masa Tenang Pilkada Tahun 2020
Menenangkan Masa Tenang Pilkada Tahun 2020
Oleh: Hasbullah *)
SEMUA tahapan oleh calon kepala daerah telah diakukan dan dilalui mulai dari tahapan pendafaran, pemerikaan kesehatan, penyerahan dokumen persyarkatan, verifivikasi persyaratan, penetapan pasang calon, kampanye dan sekarang pasang calon sendang menikamti masa tenang 6-8 Desember 2020 sebelum melakukan pemilihan pada tanggal 9 Desember 2020.
Masa tenang menjadikan semua orang melakukan review ulang dari yang telah dilakukan oleh pasangan calon selama kampanye dan kita semua melihat kampanye pilkada tahun berbeda dengan pilkada sebelumnya.
Perubahan PKPU Nomor 6 Tahun 2020 menjadi PKPU Nomor 10 Tahun 2020 untuk meminimalisir dengan berikan alternatif cara melakukan kampanye dengan protokol kesehatan yang ketat. Ini menjadikan calon kepala daerah beserta tim kapanye dituntuk untuk melakukan inovasi dalam memperkenalan diri sang calon kepada masyarakat. Kebiasaan-kebiasaan kampanye konvensional ditandai kerumunan masa banyak tidak diperbolehkan, bahkan dikatakan melanggar hukum.
Tapi semua itu telah terlewati dengan meninggalkan berbagai cerita, derita dan ilmu baru dalam dunia perkampanyean. Semua menikmati semuanya dan pada masa tenang yang tidak boleh dikotori oleh tindakan-tindakan apapun.
Menafsirkan Masa Tenang
Masa tenang merupakan masa dimana sejatinya semua aktifitas pasang calon dalam menjalankan proses pencalonannya ditiadakan terutama aktifitas mengenaldiri diri atau disebut kampanye. Masa tenang sudah semestinya menjadikan masa dimana penyelenggaran terutama KPU serta perangkat sampai tingkat KPPS menyiapkan segala perangkat yang dibutuhkan saat pemilihan tanpa terganggung oleh kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh para calon dan tim kampanye.
Di masa tenang pada masa pandemi covid-19 ini semua elemen sudah semestinya mengingatkan semua pasangan calon (paslon) kepala daerah dan tim kampanye tetap mematuhi protokol kesehatan dan aturan pada masa tenang, jangan sampai melahirkan pelanggaran yang berujung pada sanksi yang menggagalkan pasang calon mengikuti pemilihan.
Masa tenang menjadi waktu dimana moralitas luhur politisi dinilai. Dari sini dapat dilihat bagaiman politisi didalamnya adalah pasangan calon kepala daerah dan tim kampanye dalam mengaktualisasikan keadaan menjadi bentu-bentuk etika tinggi dalam mejaga kebersamaan, kesatuan dan kesuksesan pemilihan kepala daerah. Hingganya moralitas menjadikan nafas, jiwa dan bagian dari diri setiap orang yang berada dalam proses-proses pilkada itu sendiri sehingga akan merasa tersakiti jika menyaksikan proses pilkada dikotori oleh praktik-praktik money politik atau tindakan-tindakan yang membuat titik hitam dalam pilkda.
Moralitas luhur yang tercermin dari kesabaran serta perlakuan sikap terhadap keadaan pilkada apapun bentuknya. Seorang yang memiliki keluhuran moralitas serta intelektual maka dia akan mampu menghadirkan perselisan yang memperkaya pemahaman, jiwa besar serta kematangan dalam perbedaan.
Masa tenang adalah bagian proses kepintaran politisi di uji oleh waktu dan keadaan. Ilmu politik tidak hanya sekedar difahami dalam dimensi kognisi yang hanya memperkaya retorika tapi harus dibawa kepada relung jiwa untuk mengiyakan keadaan, selanjutnya diterapkan dalam prilaku sehingga mampu memberikan pencerahan, percerdasan dan kesantuan prilaku politik kepada semua orang.
Keresahan Masa Tenang
Adanya liberalisasi terhadapan politik menjadikan masyarakat menjadikan resah terhadap keadaan pemilihan kepala daerah. Tercerabutnya nilai-nilai kerakyatan, nilai-nilai kebijaksanaan, pudarnya nilai permusyawaratan serta menjadikan kata keadilan alat untuk meraup suara untuk kemenangan pilkada, yang hasilnya terus dikotori oleh korupsi, kolusi dan nepotisme pimpinan hal ini menjadi tontonan dari pilkada ke pilkada.
Keresahan itu diantaranya, pertama adanya deviasai atau penyimpangan. Dalam hal penyimpangan sudah terlihat lumrah dalam proses pilkada bahkan pemilu sekalipun. Lumrahnya itu yang menjadi keresahan pada masyarakat tentang proses bahkan hasil dari pilkada yang mengakibatkan rendahnya partisipasi masyarakat dalam memilih.
Di sini perlunya usaha untuk meyakinkan masyarakat bahwa tidak akan terjadi penyimpangan pilkada terutama dalam hal hasil pilkada. Maka tugas Bawaslu dan perangkatnya yang saya katakan mereka adalah para malaikat pilkada untuk meminilasir dan bahkan meniadakan penyimpangan apapun itu. Serta kesiapan pasangan calon dalam menerima kekalahan pun akan menjadi kekuatan sendiri untuk meniadakan penyimpangan dalam menentukan hasil pilkada.
Keresahan kedua yaitu terjadinya distorsi atau pemutarbalikkan fakta. Pemilihan kepala daerah tidak sedikit yang bersengketa dan hasilnya selesai di mahkamah konsitusi yang seolah-olah tidak adalah guna suara rakyat dalam memilih pemimpin saat pilkada. Sebab di meja hukum sangat besar potensinya untuk terjadi pemutarbalikkan fakta yang terjadi dilapangan dengan dalih dan dalil hukum yang ada. Keresahan ini akan menjadi budaya ketika penyelenggara pemilu dalam hal ini KPU dan Bawaslu menggeser tugas fungsinya dan menjelama menjadi tim sukses bayangan.
Keresahan ketiga yaitu terjadinya stagnasi atau pemikiran yang berhenti pada satu titik. Pemikiran tentang pilkada yang tidak baik akan terjadinya kecurangan ini seringkali terjadi dalam masyarakat. Kebosanan dan kejenuhan masyarakat dengan dealektika pilkada yang menjadikan pilkada hanya berhenti pada pemilihan dan pergantian pemimpin pemerintah daerah belum menjadikan pilkada yang memberikan pencerahan dan percedasan politik. Disinilah pentingnya peran aktif pasangan calon memberikan edukasi politik, menampilkan keluhuran prilaku prilaku termasuk dalam masa tenang.
Mari kita semua membaca keadaan masa tenangan ini untuk memetakan potensi-potensi yang dapat melahirkan pilkada yang unggul, bermartabat serta tetepa memberi warna demokrasi yang seperti diamanahkan undang-undang.
Mari kita berdinamika dan berdialektika dalam pilkada untuk tidak berhenti disatu titik, diwarna yang tunggal serata linear semua tetap menjadi dan semua berposes sesuai dengan aturan yang ada. Mengeluh dengan semua persolan yang ada dalam pilkada ini tidak akan menjadikan diri kita dewasa bahkan akan menghadirkan energi negatif bahkan menjadikan ruang pemikiran menjadi sempit.
*) Penulis adalah Dosen Univesitas Muhammadiyah Pringsewu/Founder Tadarus Kehidupan
Follow me in social media: