Maklumat Lancang Kuning Ke-10, Bukti Pemerintah Provinsi Riau Jeli Melihat “Bintang”

waktu baca 4 menit
Tidak semua gubernur bisa membaca bintang, kecuali Gubernur Riau Syamsuar. Bahkan, Syamsuar berhasil memetik bintang lalu membawa bintang untuk penerang kapal besarnya, Lancang Kuning

Tidak semua orang bisa membaca bintang. Makanya diperlukan nakhoda lihai untuk membawa kapal besar dalam sebuah lautan yang luas atau pemimpin bijaksana menjalankan pemerintah. Tidak semua gubernur bisa membaca bintang, kecuali Gubernur Riau Syamsuar. Bahkan, Syamsuar berhasil memetik bintang lalu membawanya pulang untuk penerang kapal besarnya, Lancang Kuning.

GANTANEWS.CO, Pekan Baru – Rapat Koordinasi (Rakor) Forum Kerjasama Gubernur se-Sumatera pada Kamis (30 Juni 2022) di Hotel Premiere Pekanbaru menghasilkan 14 Maklumat Lancang Kuning.

Salah satunya: Sepakat Mendukung Provinsi Riau sebagai pusat IMT-GT Business Centre Indonesia dan mendorong Pemerintah untuk melakukan percepatan pembangunan Pelabuhan Roro Dumai-Malaka.

Kesepakatan itu ditaruh pada poin kesepakatan yang ke 10 dari 14 kesepakatan Maklumat Lancang Kuning yang disepakati.

Kesepakatan ke 10 itu mempertegas penunjukan Provinsi Riau sebagai Pusat IMT-GT (Indonesia – Malaysia – Thailand Growth Triangle) Business Centre Indonesia yang sudah ditetapkan sebelumnya sesuai Surat Dirjen Perundingan Perdagangan Internasional, Kementerian Perdagangan No 78/PP/SD/04/2018 tertanggal 18 April 2018 tentang Penunjukan Provinsi Riau sebagai Pusat IMT-GT Business Centre.

Penunjukkan Provinsi Riau menjadi Pusat IMT-GT Business Centre Indonesia memberi kesempatan bagi ‘Bumi Lancang Kuning’ mengkoordinasikan 9 provinsi lainnya dalam penyusunan agenda kegiatan tahunan.

Sementara ini IMT-GT Business Centre Indonesia mencakup kerjasama bisnis tiga negara tetangga Indonesia – Malaysia – Thailand Growth Triangle).

Ketiga negara anggota IMT-GT berkomitmen untuk mendorong dan memberikan fasilitasi kepada para pelaku usaha, khususnya UKM potensial dengan melakukan berbagai aktivitas bisnis.

Seperti pameran, business matching, dan promosi produk lokal, secara berkelanjutan dengan membangun atau mengembangkan IMT-GT Business Center.

Jeli Melihat Bintang

Kesepakatan ke 10 tidak sekedar penegaskan atas penunjukan oleh pemerintah kepada Provinsi Riau untuk mengkoordinasikan 9 provinsi lainnya dalam penyusunan agenda kegiatan tahunan.

Lebih dari itu, kesepakatan ke 10 itu bukti keseriusan, atau lebih tepatnya kejelian Pemprov Riau melihat ‘bintang’.

“Lancang Kuning berlayar malam. Haluan menuju ke lautan dalam. Kalau nahkoda kuranglah paham. Alamat kapal akan tenggelam. Lancang kuning menentang badai. Tali kemudi berpilit tiga.”

Pantun tersebut sangat populer di Riau, khususnya masyarakat Melayu. Filosofi dari baitnya mengisahkan bagaimana pemimpin (nakhoda) mengarungi lautan agar kapal (lancang) yang digambarkan sebagai pemerintahan tak karam.

Siapa pencipta pantun itu? Hingga kini tak diketahui, tapi yang pasti tentulah bukan pujangga asal Lampung atau Aceh yang berada di ujung Pulau Sumatera.

Penciptanya lebih pas dikatakan adalah orang Melayu yang bermukim di Provinsi Riau atau mungkin berasal dari bagian Timur Sumatera.

Lancang, dalam pemahaman umumnya orang Melayu Riau berarti kapal besar yang biasa digunakan raja-raja mengarungi lautan. Kapal ini juga tanda komando armada perang di lautan yang dikendalikan laksamana ataupun raja.

Sementara Kuning merupakan warna kebesaran dalam tradisi Melayu. Kuning selalu ditemukan dalam berbagai upacara, pakaian, riasan dan baju kebesaran petinggi adat, meski dipadu dengan warna lain.

Lancang atau kapal sangat akrab dengan masyarakat rumpun Melayu. Dengan ragam kerajaannya, misalnya Lingga di Kepulauan Riau atau Siak serta Indragiri di Riau, rumpun Melayu membentang dari laut China hingga Selat Malaka.

Lancang ini disebut sebagai pemersatu antar pulau-pulau dalam bentangan rumpun Melayu. Lancang juga mempermudah raja berpindah ke suatu daerah yang menjadi kekuasaannya.

Dengan demikian, Lancang Kuning menandakan Riau sebagai kerajaan Melayu sangat mengusai maritim.

Di sisi lain, Lancang Kuning juga menggambarkan kejelian pemimpin dalam memerintah daerah. Makanya dalam pantun itu ada kalimat “berlayar malam, kalau nahkoda kuranglah paham, alamat kapal akan tenggelam”.

Berlayar pada malam hari tentu saja berbeda dengan siang. Nahkoda pada siang hari berpedoman pada matahari sehingga semua orang bisa melakukannya. Berbeda dengan malam karena nakhoda harus paham arah angin dan membaca bintang.

Tidak semua orang bisa membaca bintang. Makanya diperlukan nakhoda lihai untuk membawa kapal besar dalam sebuah lautan yang luas atau pemimpin bijaksana menjalankan pemerintah. Tidak semua gubernur bisa membaca bintang, kecuali Gubernur Riau Syamsuar. Bahkan, Syamsuar berhasil memetik bintang (Kesepakatan Ke-10) lalu membawa bintang untuk penerang kapal besarnya, Lancang Kuning. (iwaganta)