Lelang 5G Dibatalkan, Bagaimana Masa Depan Jaringan 5G di Indonesia?
GANTANEWS.CO – Demi mendorong percepatan penerapan jaringan 5G di Indonesia, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) membuka lelang penggunaan pita frekuensi radio 2,3 Ghz pada rentang 2360-2390 Mhz untuk operator selular pada November 2020 yang lalu. Pita frekuensi itu terbagi menjadi tiga blok pita frekuensi radio,yaitu Blok A, B, dan C. Frekuensi tersebut digadang-gadang untuk menggelar jaringan 5G di Indonesia.
Menurut Kominfo, upaya ini juga untuk mendukung transformasi digital di sektor ekonomi, sosial, dan pemerintahan. Sedangkan bagi operator telekomunikasi, penambahan pita frekuensi bisa meningkatkan layanan data dan suara yang mereka miliki. Ibarat jalan tol, pengguna bisa mendapat jalan yang lebih lebar, sehingga koneksi data dan suara bisa lebih lancar.
Setelah melalui berbagai tahapan proses, pada Desember 2020, Kemenkominfo telah mengumumkan penetapan hasil pemilihan blok frekuensi 5G itu. Tiga operator yang lulus seleksi dan memenangkan tender penggunaan pita frekuensi 2,3 Ghz itu adalah PT Smarfren Telecom (Smartfren), PT Telekomunikasi Selular (Telkomsel), dan PT Hutchison 3 Indonesia (Tri Indonesia). Ketiganya mengajukan harga penawaran sebesar Rp 144,867 miliar.
Smartfren mendapatkan Blok A, Tri Indonesia dan Telkomsel mendapatkan Blok B dan C.
Blok A meliputi Sumatera Bagian Utara, Banten dan Jabodetabek, Jawa Bagian Barat, Jawa Bagian Tengah, Jawa Bagian Timur, Papua, Maluku dan Maluku Utara, dan Sulawesi Bagian Utara. Seluruh wilayah mendapat 10 Mhz.
Blok B meliputi Sumatera Bagian Utara, Kepulauan Riau, Banten dan Jabodetabek, Jawa Bagian Barat, Jawa Bagian Tengah, Jawa Bagian Timur, Papua, Maluku dan Maluku Utara, dan Sulawesi Bagian Utara. Selain Sumatera Bagian Utara dan Kepulauan Riau yang mendapat 5 Mhz, wilayah lain di blok ini mendapat alokasi 10 MHz.
Sedangkan Blok C yang dimenangkan oleh Telkomsel, meliputi Kepulauan Riau, Banten dan Jabodetabek, Jawa Bagian Barat, Jawa Bagian Tengah, Jawa Bagian Timur, Papua, Maluku dan Maluku Utara, dan Sulawesi Bagian Utara. Seluruh wilayah di blok ini mendapat 10 Mhz.
Secara mengejutkan, pada akhir Januari lalu, tepatnya pada 23 Januari 2021, tiba-tiba Menkominfo RI Johnny G Plate membatalkan proses lelang frekuensi 2,3 Ghz itu. Menurut Ferdinandus Setu, selaku Plt. Kepala Biro Humas Kemenkominfo, alasan dan keputusan pembatalan lelang ini diambil sebagai langkah kehati-hatian dan kecermatan Kemenkominfo untuk menyelaraskan bagian dengan ketentuan perundangan yang berkaitan dengan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Optimalisasi penerimaan negara juga menjadi alasan pembatalan lelang 5G.
Pembatalan lelang frekuensi 2,3 Ghz mendapat sorotan dari berbagai pihak, salah satunya dari Komisi I DPR. Dalam Rapat Kerja Anggota Komisi I DPR dan Menkominfo, Senin (1/2), Menkominfo mengatakan meski dibatalkan, proses tender masih akan dilanjutkan.
“Pelelangan itu tidak dibatalkan, tetapi dilakukan pelelangan ulang demi akuntabilitas dan transparansi pelelangannya itu sendiri,” kata Menkominfo, Johnny Plate seperti dikutip dari detik.com.
Menkominfo menjelaskan kalau lelang frekuensi 2,3 GHz diulang kembali untuk memaksimalkan penerimaan negara dari hasil tender frekuensi yang mana merupakan sumber daya alam terbatas. Johnny menggaris-bawahi lelang frekuensi 2,3 GHz yang dibuka pemerintah tidak ada hubungannya dengan layanan 5G.
“Pelelangan spektrum 2,3 GHz adalah menambah dan melengkapi kebutuhan operator seluler akan keperluan spektrum demi pengembangan usaha mereka, termasuk untuk pemanfaatan 4G,” ungkapnya.
Anggota Komisi I DPR, Muhammad Farhan menyebutkan ada sejumlah masalah menyelimuti jaringan 5G itu. Salah satunya sampai saat ini belum ada yang bisa meyakinkan soal kegunaan 5G dan mitigasi jika terjadi sesuatu. Menurutnya informasi yang ada masih simpang siur.
“Dalam rapat terakhir kemarin dengan Menkominfo kemarin, Komisi I tidak pernah mendapatkan penjelasan sangat komprehensif tentang apa dan bagaimana serta kenapa kita mengadopsi 5G ini sehingga menimbulkan banyak prasangka dan kecurigaan,” kata Farhan, dalam webinar “Musim Merger dan Akuisisi Operator Telekomunikasi” Alinea Forum, Rabu (3/2/2021).
Di saat bersamaan timbul kecurigaan jika jaringan 5G ini adalah inisiatif dari pembuat ponsel. Sejumlah pabrikan ponsel diketahui sudah membuat perangkat yang dikatakan 5G ready. “Kalau untuk 5G secara teknologi memang mengagumkan, (tapi) yang namanya 4G saja belum optimal. Boleh fine-fine saja. Harus ada yang memberikan edukasi yang meyakinkan untuk kita semua (soal 5G),” kata Farhan.
Pengamatan Gantanews.co, salah satunya melalui Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika RI Nomor 13 Tahun 2018 tentang Alokasi Spektrum Frekuensi Radio Indonesia, frekuensi 3,5 Ghz masih digunakan satelit, dan frekuensi 700 Mhz masih menunggu proyek Analog Switch Off yang mulai berlaku pada 2 November 2022. Selain itu, Frekuensi 2,3 GHz pun kurang diminati oleh pabrikan-pabrikan ponsel. Hanya kurang dari 100 macam ponsel 5G di frekuensi 2,3 GHz.
Dikutip dari Kompas.com, Pabrikan ponsel lebih melirik menggunakan frekuensi 2,6 GHz dengan 269 model ponsel dan 299 model ponsel di frekuensi 3,5 Ghz.
Menurut pengamat telekomunikasi, Heru Sutardi, seperti dikutip dari CNBCIndonesia.com, tidak ada hubungannya pembatalan lelang frekuensi 2,3 Ghz dengan jaringan 5G. Menurut Heru, frekuensi 5G yang utama adalah 2,5 GHz, 2,6 GHz, 3,5 GHz, dan 700 Mhz.
Frekuensi 2,3 GHz juga tidak digunakan oleh negara lain. Hal yang bisa menjadi kendala saat warga Indonesia berpergian ke luar negeri. “Jangan sampai menggunakan frekuensi di negara lain yang enggak mungkin dipakai. Keluar negeri kita bingung, harus ganti handset karena ekosistem belum mateng,” jelas Heru Sutardi.
Lantas bagaimana masa depan 5G di Indonesia?
Dalam keterangan persnya kepada media, Dedy, Juru Bicara Kemenkominfo mengklaim, digelarnya layanan 5G di Indonesia relatif tidak terdampak dengan adanya penghentian proses seleksi ini. Sebab, operator diberi kemudahan untuk mengimplementasikan teknologi terbaru, termasuk 5G. Ketiga operator yang sebelumnya telah memenangkan lelang pun mengaku menghormati segala keputusan yang sudah dibuat oleh Kominfo.
“Dengan adanya kebijakan netral teknologi di seluruh pita frekuensi untuk keperluan seluler seperti misalnya pita frekuensi 900 MHz, 1800 MHz, 2,1 GHz dan sebagainya, maka sebetulnya penggelaran 5G di Indonesia relatif tidak terlalu terdampak,” Dedy menjelaskan.
Sebelumnya, Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny Plate mengatakan sebagai awalan akan ada di beberapa tempat pariwisata, industri dan kota mandiri.
“Mengawali di beberapa spot pariwisata utama kawasan industri ataupun kota mandiri dari segi ekosistem dinilai telah siap dengan 5G,” kata Johnny, Rabu (30/12/2020).
Namun dia enggan menyebutkan lokasi spesifik dari pengembangan 5G itu. Johnny hanya mengatakan jika pembangunan jaringan baru akan berdasarkan coverage area yang lebih siap secara ekosistem dan kelayakan investasi. (diolah dari berbagai sumber)
Follow me in social media: