Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK, Pahala Nainggolan, mengungkapkan bahwa dirinya bersama Kementerian Kesehatan dan BPJS Kesehatan berkunjung ke AS untuk mempelajari penanganan fraud dalam sistem Obama Care. Dalam kunjungan tersebut, mereka berdiskusi dengan FBI yang menjelaskan bahwa 3-10% klaim dalam sistem kesehatan AS terindikasi fraud dan penanganannya langsung dibawa ke ranah pidana.
“Pada 2017, kami bersama Kementerian Kesehatan dan BPJS Kesehatan pergi ke Amerika Serikat untuk belajar penanganan fraud dalam sistem Obama Care,” kata Pahala di kantornya, Jakarta, Rabu (24/7/2024). “FBI mengatakan bahwa 3-10% klaim pasti ada fraudnya dan mereka keras dalam menindak kasus tersebut.”
Pembentukan Tim Khusus dan Temuan Awal
Sekembalinya dari AS, pemerintah Indonesia segera membentuk tim khusus yang terdiri dari KPK, Kemenkes, BPJS Kesehatan, dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Tim ini ditugaskan untuk mengidentifikasi dan mengaudit dugaan kecurangan yang dilakukan oleh rumah sakit saat mengajukan klaim ke BPJS Kesehatan.
Hasil penelusuran awal menunjukkan adanya indikasi fraud di beberapa rumah sakit. Tim mengambil sampel enam rumah sakit untuk diaudit secara menyeluruh. Pada tahun 2023, hasil audit mengungkapkan bahwa tiga rumah sakit melakukan fraud dengan modus manipulasi diagnosis. Contohnya, seorang pasien diklaim melakukan operasi katarak pada kedua matanya, padahal hanya satu mata yang menjalani operasi.
Modus Manipulasi dan Phantom Billing
Modus manipulasi diagnosis hanyalah salah satu bentuk kecurangan yang ditemukan. Tiga rumah sakit, dua di Sumatera Utara dan satu di Jawa Tengah, diketahui melakukan kecurangan dengan modus phantom billing atau tagihan fiktif. Rumah sakit ini memanipulasi data pasien yang sebenarnya tidak pernah menjalani pemeriksaan atau perawatan.
“Kecurangan yang paling parah ditemukan di tiga rumah sakit, dua di Sumatera Utara dan satu di Jawa Tengah, dengan total kerugian mencapai Rp 34 miliar,” ujar Pahala. “KPK telah memutuskan untuk membawa kasus ini ke ranah pidana.”
Langkah KPK dan Peringatan kepada Rumah Sakit Lain
KPK tidak hanya berfokus pada tiga rumah sakit tersebut. Tim juga memberikan peringatan kepada rumah sakit lain yang mungkin melakukan praktik serupa. Mereka diberi waktu enam bulan untuk melaporkan dan mengembalikan uang hasil kecurangan tersebut, jika tidak ingin dipidana.
“Kenapa klaim fiktif ini menjadi perhatian kami? Karena tidak mungkin hanya satu orang yang menjalankan, biasanya melibatkan banyak pihak, termasuk pemilik rumah sakit,” jelas Pahala. “Beberapa direktur rumah sakit kecil bahkan dipindahkan ke rumah sakit lain karena dianggap ‘berprestasi’ dalam melakukan tagihan fiktif.”
Langkah Lanjut dan Komitmen KPK
KPK dan tim terus berkomitmen untuk mengusut tuntas kasus ini demi menjaga integritas sistem jaminan kesehatan di Indonesia. Selain itu, Kementerian Kesehatan juga sedang menyiapkan sanksi bagi rumah sakit dan tenaga kesehatan yang terbukti terlibat dalam kecurangan ini. Kasus ini menjadi momentum penting bagi pemerintah untuk memperkuat pengawasan dan memastikan sistem jaminan kesehatan berfungsi dengan baik dan transparan.
Dengan temuan ini, diharapkan adanya peningkatan kesadaran dan tanggung jawab di kalangan penyedia layanan kesehatan untuk mencegah praktik-praktik curang yang merugikan negara dan masyarakat. (red)