Korea Selatan Hadapi Tantangan Baru: Generasi Muda Enggan Menikah, Kebijakan Peningkatan Angka Kelahiran Terhambat

waktu baca 2 menit

Gantanews.co – Upaya pemerintah Korea Selatan untuk meningkatkan angka kelahiran mengalami hambatan serius. Meskipun berbagai kebijakan telah digulirkan, banyak warga, terutama generasi muda, masih enggan mempertimbangkan pernikahan dan membangun keluarga.

Negara dengan julukan Negeri Ginseng ini kini harus menghadapi dampak serius dari menurunnya angka kelahiran yang mempengaruhi berbagai sektor, terutama perekonomian. Sebagian besar masyarakat Korea Selatan lebih memilih menginvestasikan pendapatan mereka untuk kebutuhan tersier, seperti fashion dan gaya hidup, dibandingkan menyimpan uang untuk biaya pernikahan atau memikirkan masa depan keluarga.

“Hidup hanya sekali. Saya lebih memilih menikmati saat ini dan memberi reward kepada diri saya sendiri. Setiap bulan tidak banyak yang tersisa untuk ditabung. Pernikahan? Mungkin nanti saja, yang penting sekarang saya bahagia,” ujar Park Yeon, seorang wanita berusia 28 tahun seperti dikutip dari laman Reuters.

Menurut laporan terbaru dari Komite Presiden tentang Masyarakat Lanjut Usia dan Kebijakan Populasi, 39,1 persen warga Korea Selatan berusia antara 25 hingga 49 tahun mengaku belum tertarik untuk menikah atau bahkan tidak memikirkannya sama sekali. Laporan yang dirilis pada Kamis ini juga menunjukkan bahwa empat dari sepuluh orang dalam kelompok usia tersebut tidak memiliki rencana untuk menikah.

Laporan tersebut juga menyebutkan bahwa survei ini dilakukan kepada 2.011 pria dan wanita di seluruh negeri. Di sisi lain, sekitar 61 persen responden mengatakan masih mempertimbangkan atau memiliki rencana untuk menikah di masa depan.

Bagi mereka yang menolak pernikahan, alasan utamanya berpusat pada beban peran gender dan tekanan finansial. Sekitar 88,9 persen pria mengungkapkan kekhawatiran terhadap biaya pernikahan dan perumahan yang terus meningkat, sementara 92,6 persen wanita lebih menyoroti beban pekerjaan rumah tangga dan tantangan dalam melahirkan anak.

Namun, baik pria maupun wanita yang disurvei menunjukkan bahwa mereka akan lebih terbuka untuk menikah dan memiliki anak jika kondisi ekonomi menjadi lebih stabil. Faktor-faktor seperti biaya perumahan yang lebih terjangkau, peluang kerja yang lebih baik, serta keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi menjadi kunci utama bagi mereka dalam mempertimbangkan keputusan untuk membangun keluarga.

Kebijakan yang diharapkan mampu meningkatkan angka kelahiran ini tampaknya belum cukup kuat untuk mengubah persepsi masyarakat Korea Selatan terhadap pernikahan. Pemerintah pun dihadapkan pada tantangan besar untuk mengatasi masalah ini di tengah ketidakpastian ekonomi yang terus berlanjut.

Dengan tantangan ini, masa depan demografi Korea Selatan semakin menjadi perhatian. Kesejahteraan masyarakat, kebijakan ekonomi, serta keseimbangan hidup kini menjadi faktor penting yang harus diperhatikan demi membangun generasi masa depan. (red/i)

Follow me in social media: