Kontroversi Fery Triatmojo: Kode Etik Pemilu dan Implikasinya terhadap Integritas Pemilihan Umum
Gantanews.co – Fery Triatmojo, mantan anggota KPU Bandar Lampung, menjadi sorotan publik setelah Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) RI memutuskan pemberhentiannya dari jabatan tersebut. Keputusan ini tidak hanya mencerminkan ketegasan DKPP dalam menegakkan kode etik, tetapi juga memicu diskusi lebih dalam mengenai integritas penyelenggara Pemilu di Indonesia.
Lahir di Malang pada 11 Desember 1982, Fery Triatmojo memulai karir profesionalnya sebagai dosen di Jurusan Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Lampung (Unila). Dengan keahlian di bidang Manajemen Pembangunan Daerah, ia menjadi dosen tetap sejak tahun 2006 dan menjabat sebagai Kepala Laboratorium Administrasi dan Kebijakan Publik (AKP) pada tahun 2014. Namun, pada tahun yang sama, Fery memutuskan untuk meninggalkan dunia pendidikan dan beralih menjadi komisioner KPU Bandar Lampung, menandai peralihan signifikan dalam perjalanan karirnya.
Pada Senin, 2 September 2024, DKPP RI mengumumkan keputusan pemberhentian tetap terhadap Fery Triatmojo. Keputusan ini diambil setelah persidangan yang dipimpin oleh Ketua DKPP RI, Heddy Lugito.
“Kami menjatuhkan sanksi pemberhentian tetap kepada Fery Triatmojo berdasarkan pelanggaran kode etik yang terbukti,” kata Heddy dalam persidangan.
Pelanggaran ini berkaitan dengan tindakan Triatmojo yang menjalin komunikasi dengan peserta Pemilu dan pihak berkepentingan. Hal ini terungkap melalui rekaman suara berdurasi 24 menit 35 detik, yang dinilai melanggar prinsip hukum dan etika penyelenggaraan Pemilu.
DKPP menilai bahwa Triatmojo melanggar Pasal 6 ayat 2 huruf B dan C, serta Pasal 6 ayat 3 huruf C dan E dari kode etik penyelenggara Pemilu. Pelanggaran ini mencakup tindakan menjalin komitmen dengan calon legislatif yang dapat merusak integritas proses pemilihan.
“Dalil pengadu yang didukung oleh rekaman suara, keterangan saksi, dan dokumen kajian menunjukkan adanya pelanggaran etik yang serius,” ujar Heddy Lugito.
Ini menunjukkan bahwa DKPP berkomitmen untuk menjaga marwah lembaga penyelenggara Pemilu dan memastikan keadilan dalam proses pemilihan.
Kasus ini berdampak signifikan terhadap kepercayaan publik terhadap lembaga pemilihan umum. Keputusan DKPP mengirimkan pesan tegas bahwa setiap bentuk pelanggaran etik akan diusut dan ditindak tegas. Hal ini penting untuk memastikan integritas Pemilu dan menghindari praktik-praktik kecurangan yang dapat merusak proses demokrasi.
Fery Triatmojo sebelumnya dilaporkan menerima uang sebesar Rp530 juta dari salah satu calon legislatif DPRD Bandar Lampung Dapil IV dari PDIP, M. Erwin Nasution. Uang tersebut diduga diberikan untuk mempengaruhi hasil pemilihan, yang semakin menambah kontroversi dalam kasus ini.
Keputusan pemberhentian tetap terhadap Fery Triatmojo oleh DKPP RI merupakan langkah penting dalam menjaga integritas proses pemilihan umum di Indonesia. Kasus ini mengingatkan kita akan pentingnya transparansi dan kejujuran dalam penyelenggaraan Pemilu, serta kebutuhan untuk memastikan bahwa setiap penyelenggara Pemilu mematuhi kode etik yang berlaku.
Dalam menghadapi Pemilu mendatang, diharapkan kejadian ini dapat menjadi pelajaran berharga bagi semua pihak untuk terus menjaga kepercayaan publik dan memperkuat sistem demokrasi di Indonesia. (red/i)
Follow me in social media: