Kantor Hukum Gindha Ansori Layangkan Gugatan ke PN Tanjungkarang: Bela Karyawan PTPN VII yang Dituduh Rugikan Perusahaan

waktu baca 4 menit

GANTANEWS.CO, Bandarlampung – Karyawan PTPN VII bernama Tri Guntoro melalui Kantor Hukum Gindha Ansori Wayka – Thamaroni Usman & Rekan (Law Firm GAW-TU) layangkan gugatan kepada DIireksi PT Perkebunan Nusantara VII (PTPN VII). Gugatan disampaikan ke Pengadilan Negeri Tanjung Karang Kelas I terkait pernyataan direksi bahwa PTPN VII pada 2020 mengalami kerugian pada kegiatan optimalisasi bahan baku yang oleh PTPN VII dikatakan telah menimbulkan kerugian.

“Pernyataan itu harus kami harus gugat ke pengadilan. Sudah kami daftarkan melalui e-court dengan nomor register PN TJK-102022M3S tanggal 03 Oktober 2022. Gugatan ini bertujuan untuk mendapatkan keadilan dan kepastian hukum,” ujar Gindha Ansori Wayka, didampingi Advokat Muda Ramadhani dan Ronaldo, Senin, 3/10/2022 di Bandar Lampung.

Dalam keterangannya, Gindha menjelaskan, bahwa pada 2010, kliennya menjadi karyawan di PTPN VII, lalu pada 2014 bertugas di Unit Tulung Buyut. Pada saat itu BUMN bidang perkebunan itu sedang ada masalah underweight (kekurangan berat) karet kering yang jumlahnya ratusan ton.

“Klien kami sejak 2014 sudah membantu pemulihan underweight di pabrik tersebut yang saat itu masih mengalami minus 450 ton karet kering. Pemulihan berhasil memberikan margin positif dan membantu perusahaan menjadi untung pada saat itu,” jelas pria kelahiran Negeri Besar Waykanan ini.

Menurut Gindha, kondisi underweight di PTPN VII kerap terjadi setiap tahun, dan sepanjang kurun waktu 2014 hingga 2020 kliennya selalu membantu di Unit Tulung Buyut. Sepanjang kurun waktu (sebelum kliennya dipindahkan), mampu mengoptimalkan bahan baku dan meningkatnya utilitas pabrik, bahkan memberikan margin positif atau keuntungan hingga mencapai lebih kurang Rp85 miliar.

Margin positif itu disebut Ginda sebagai kerja keras kliennnya dengan menerapkan sistem taksasi (beli karet basah) seperti dilakukan oleh perusahaan-perusahaan swasta nasional lainnya, sehingga PTPN VII bisa surplus.

Capaian di Unit Tulung Buyut hingga memberikan keuntungan besar bagi PTPN VII tidak pernah diganjar oleh perusahaan dengan reward (penghargaan), bahkan justru perusahaan memberikan hukuman mengharuskan kliennya mengganti kerugian PTPN VII karena dianggap merugikan perusahaan dengan konsepnya. Hukuman itu sertai pemindahtugasan kliennya ke ke unit kerja lain.

“Jangankan diberi reward, klien kami malah diharuskan mengganti kerugian yang dihitung sendiri oleh direksi sebesar Rp3,2 miliar. Gaji dan tunjangan klien kami juga dipotong,” tutur pengacara muda terkenal ini.

Ditambahkan Gindha, kliennya diberi sanksi Pelanggaran Disiplin Tata Tertib dan Disiplin Karyawan PTPN VII sebagaimana Surat Keputusan Direksi Nomor: SDM/KPTS/270/2018 Tanggal 13 Juli 2018 yang mengakibatkan kerugian Rp.3.185.988.27.

Menurut dia, apa yang dilakukan direksi adalah kesalahan besar, yakni memindahkan kliennya tanpa menyiapkan pengganti yang paham dengan sistem taksasi seperti sebelumnya berjalan.

“Sanksi yang diberikan kepada klien kami tidak dapat diterima karena kerugian perusahaan Rp3,2 miliar (menurut informasi hanya Rp.800 juta, sesungguhnya disebabkan keputusan pemutasian kliennya. Terbukti sejak dibantu kliennya sejak 2014 hingga awal 2020 dengan sistem yang sama (taksasi) dalam pengolahan bahan baku telah memberikan keuntungan untuk PTPN VI. Seandainya klien kami tidak dimutasi perusahaan tidak akan mengalami kerugian,” tambah mantan Ketua Hima Pidana FH Unila ini.

Menurut Gindha, kliennya pada sidang etik pernah mengajukan permintaan untuk dikembalikan ke jabatan semula dan siap memulihkan keadaan dalam kurun waktu tiga bulan, namun ditolak direksi.

Masalah lain, kliennya pernah menandatangani Surat Pernyataan Kesanggupan Pengembalian Kerugian Finansial sebagai dasar jatuhnya surat sanksi Nomor: SDM/I/RHS/014/2021 tanggal 07 Januari 2021 perihal peringatan ketiga.

Surat pernyatan itu terpaksa ditandatangani kliennya karena dalam kondisi tertekan karena pemeriksaan pada saat sidang kode etik dihadapkan dengan pemeriksa yang banyak dan berpangkat jauh tinggi.

“Klien Kami sudah dipindah, jika pengolahan bahan baku setelah sepeninggalannya menyebabkan kerugian yang salah ya direksi dan orang yang menggantikannya karena tidak memahami sistem taksasi yang sudah dijalannya selama 5.

Gindha juga menjelaskan ada perbuatan direksi PTPN VII melalui Tim Hukum dan bagian Hukum PTPN VII yang melakukan penagihan tidak profesional, dengan cara menyampaikan somasi ke mertua dan orang tua kliennya. Akibat somasi yang tidak profesional itu telah menyebabkan ketidakharmonisan antara kliennya dengan orang tua dan mertua.(red)

Follow me in social media: