BPOM dan Kemenkes Bersinergi Cegah Dampak Residu Berbahaya pada Anggur Shine Muscat di Indonesia

waktu baca 3 menit

Gantanews.co – Laporan dari Thailand dan Malaysia baru-baru ini mengungkap adanya residu pestisida berbahaya pada anggur Shine Muscat, yang dikenal sebagai buah premium. Laporan ini memicu kekhawatiran di berbagai negara, termasuk Indonesia, karena potensi risiko kesehatan yang bisa ditimbulkan.

Menurut data dari Jaringan Peringatan Pestisida Thailand (Thai-PAN), 23 dari 24 sampel anggur Shine Muscat yang diuji mengandung senyawa berbahaya seperti Chlorpyrifos dan Endrin aldehyde. Kedua bahan kimia ini dikenal dapat memicu masalah kesehatan serius, seperti kerusakan sistem saraf, gangguan hormonal, serta meningkatkan risiko kanker. Laporan ini telah mendorong pemerintah setempat untuk memperketat pengawasan impor buah dan memberi peringatan kepada masyarakat.

BPOM Lakukan Langkah Preventif di Indonesia

Menanggapi kekhawatiran tersebut, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI segera merespons dengan langkah preventif untuk memastikan keamanan anggur Shine Muscat yang beredar di pasar Indonesia. Kepala BPOM RI, Taruna Ikrar, menjelaskan bahwa pihaknya akan mengambil sampel dari berbagai toko dan pasar di seluruh Indonesia guna menguji kandungan residu pada buah tersebut.

“Kami sedang dalam proses pengumpulan sampel dari berbagai wilayah untuk memastikan keamanan konsumsi anggur Shine Muscat di Indonesia,” kata Taruna.

BPOM bekerja sama dengan Kementerian Pertanian untuk memastikan bahwa pengujian ini dilakukan secara menyeluruh. Meskipun belum ditemukan kasus residu berbahaya pada anggur Shine Muscat di Indonesia, BPOM tetap mengambil langkah waspada guna melindungi masyarakat dari potensi dampak jangka panjang.

Kementerian Kesehatan Anjurkan Langkah Pencegahan

Selain langkah dari BPOM, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) juga memberikan edukasi mengenai pentingnya meminimalisir paparan residu pestisida. Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Kemenkes, Aji Muhawarman, menjelaskan bahwa efek kesehatan dari residu pestisida sangat bergantung pada jenis bahan kimia, kadar residu, dan lama paparan.

Aji menekankan bahwa beberapa pestisida bersifat sistemik, yang berarti terserap ke seluruh jaringan tanaman, sehingga residunya tidak mudah hilang meskipun sudah dicuci. Paparan residu sistemik dalam jangka panjang dapat menyebabkan gangguan pada sistem endokrin, serta kerusakan pada fungsi hati dan ginjal.

“Kemenkes mengimbau masyarakat untuk mencuci buah dan sayur dengan air mengalir atau menggunakan larutan garam atau cuka. Selain itu, konsumen bisa memilih produk organik atau buah yang kulitnya bisa dikupas,” ujar Aji.

Ia juga menambahkan pentingnya memilih buah dengan sertifikasi keamanan pangan yang jelas.

Sinergi Antar Kementerian dan Lembaga untuk Pengawasan Lebih Ketat

Langkah antisipasi dari BPOM dan Kemenkes ini dilakukan dengan koordinasi bersama Kementerian Pertanian guna memperketat pengawasan terhadap buah impor yang masuk ke Indonesia. Ketiga lembaga ini bekerja sama untuk memastikan bahwa produk yang dikonsumsi masyarakat aman dari residu berbahaya.

“Kami akan terus memantau dan memberikan informasi terbaru terkait kondisi keamanan pangan ini. Masyarakat pun diharapkan tetap waspada dalam menjaga kebersihan buah dan sayur yang akan dikonsumsi,” pungkas Taruna.

Sebelumya, anggota Komisi IX DPR RI, Irma Suryani, mendesak Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk berkoordinasi dengan Badan Karantina sehubungan dengan dugaan adanya kandungan berbahaya dalam anggur Muscat, varietas premium asal Jepang. Dalam rapat kerja bersama Kepala BPOM, Taruna Ikrar, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Irma menegaskan pentingnya kolaborasi antara kedua lembaga, Selasa (29/10).

“Koordinasi dengan Badan Karantina sangat diperlukan. Anggur ini dikatakan berbahaya, jadi kita tidak bisa mengabaikannya,” ujar Irma.

Baca juga: Malaysia dan Thailand Selidiki Residu Kimia Berbahaya pada Anggur Muscat, DPR Minta BPOM Koordinasi dengan Badan Karantina

Ia menyoroti bahwa Komisi IX tidak memiliki wewenang untuk menegur Badan Karantina karena mereka bukan mitra kerja dari komisi tersebut.

“Kami berharap BPOM yang mengambil langkah-langkah perlu,” tambahnya.

Irma mengungkapkan bahwa ia telah menghubungi Deputi Bidang Penindakan BPOM, Rizkal, untuk menelusuri lebih dalam persoalan ini. Namun, Rizkal menyebutkan bahwa itu menjadi kewenangan Badan Karantina.

“Saya tidak setuju dengan pendapat itu,” tegasnya.

Ia berharap BPOM dapat lebih aktif dalam mengkoordinasikan isu ini. (red)

Follow me in social media: