Berpotensi Jadi Klaster Ledakan Corona, Pilkada Diusulkan Ditunda

waktu baca 4 menit

GANTANEWS.CO, Jakarta –  DPR diminta merevisi lagi UU Pilkada yang masih mengatur ketentuan kampanye terbuka yang berpotensi adanya kerumunan massa. Wakil rakyat juga disarankan mengatur sanksi tegas bagi calon kepala daerah yang melanggar dan menciptakan kerumunan.

“Dalam revisi UU Pilkada itu, ditentukan jadwal kedatangan pemilih berdasarkan jam, dan pengaturan jarak pemilih di luar lokasi pemilihan,” kata Direktur Eksekutif Indo Barometer Muhammad Qodari saat menjadi narasumber dalam webinar nasional bertemakan “Evaluasi 6 Bulan dan Proyeksi 1 Tahun Penanganan COVID-19 di Indonesia,” pada Sabtu (12/9/2020) malam.

Webinar ini dilaksanakan oleh Kelompok Studi Demokrasi Indonesia (KSDI) dan dihadiri 700-an partsipasan.

Hadir dalam webinar ini berbagai latarbelakang dan profesi. Ada kepala daerah, aktivis, pengusaha, pengacara, artis dan selebiritis, media, musisi, politisi, pegiat seni dan kebudayaan, akademisi dari berbagai kampus, guru dari berbagai sekolah, dan mahasiswa di berbagai daerah dan lain-lain.

Selain Qodari, hadir sebagai narasumber Menko Polhukam Mahfud MD, Wakapolri Komjen Gatot Edy Pramonno dan ekonom Universitas Indonesia (UI) Faisal Basri

Dalam webinar yang dimoderatori Maruarar Sirait ini, Qodari pun merekomendasikan untuk menunda pilkada karena untuk melakukan revisi UU Pilkada dinilai tidak cukup waktu.

Sebab, jika fenomena mudik dilarang karena melibatkan sekitar 10-15 juta orang, perhelatan pilkada melibatkan lebih dari 100 juta orang sehingga didorong untuk ditangani lebih serius.

“Untuk pilkada langsung 9 Desember sebaiknya ditunda karena waktu yang tersedia tidak cukup untuk melaksanakan syarat-syarat ketat sebagai berikut, pertama, masker dibagikan ke seluruh Indonesia. Dua, merevisi UU untuk hapus semua bentuk kampanye dengan kerumunan, kemudian sanksi calon kepala daerah yang membuat kerumunan itu belum ada di UU dengan tegas,” ujarnya.

Rekomendasi disampaikan Qodari setelah menjelaskan realitas di lapangan. Qodari memprediksi perhelatan pilkada yang menciptakan kerumunan seperti masa kampanye dan hari-H pencoblosan akan menjadi bom atom warga yang positif COVID-19.

Bahkan ia memprediksi pada Natal dan tahun baru 2021 Indonesia mengalami lonjakan jumlah kasus COVID-19 yang tinggi karena klaster pilkada.

“Mengapa masa kampanye dan pencoblosan, karena pada saat itulah akan terjadi potensi ledakan bom atom kasus COVID-19 di Indonesia. Intinya adalah, apabila tidak diantisipasi, tidak dilakukan perubahan kebijakan, pada Natal dan tahun baru 2020 yang akan datang Indonesia dalam duka karena jumlah pasiennya akan meledak dan kapasitas rumah sakitnya pasti tidak cukup,” kata Qodari.

Qodari memprediksi pilkada akan menjadi bom atom lonjakan jumlah kasus COVID-19 pada masa kampanye karena pasangan calon kepala daerah masih diperbolehkan melakukan kampanye rapat umum terbatas.

Ia menyebut, berdasarkan data Bawaslu, pasangan calon sebanyak 734 sehingga calon kepala daerah dikalikan 2 diperkirakan ada 1.468 orang.

Kemudian, berdasarkan laporan yang diterima Qodari, calon kepala daerah mempunyai target melakukan kampanye dalam sehari 10 titik selama masa kampanye 71 hari.

Tak hanya itu, dia juga memprediksi, jika masih terdapat kerumunan pada pelaksanaan kampanye, diperkirakan akan ada 20 juta potensi orang positif tanpa gejala.

Jika masih mengizinkan pertemuan-pertemuan, sambung Qodari, kampanye Pilkada akan menciptakan 1.042.280 titik penyebaran COVID-19 selama 71 hari. Dan jumlah orang yang terlibat dalam 1.042.280 titik kampanye tersebut, jika ikut aturan PKPU, maksimal adalah 100 orang adalah 104 juta orang.

“Itu kalau ikut maksimal pilkada 100 orang. Itu terus orang saya nggak yakin yang datang cuma 100. Jangan-jangan yang datang 500, jangan-jangan yang datang 1.000. Jika positivity rate COVID-19 di RI 19 persen, maka potensi OTG yang bergabung dan menjadi agen penularan dalam masa kampanye 71 hari adalah 19,8 juta orang, hampir 20 juta orang,” katanya.

Tak hanya itu, Qodari juga memprediksi hari-H pencoblosan akan berpotensi terjadinya kerumunan di 305 ribu TPS. Ia memprediksi akan ada potensi penyebaran pada pilkada serentak terhadap 15 ribu orang.

“Untuk hari pencoblosan, potensi melahirkan titik kerumunan 305 ribu titik TPS sesuai dengan jumlah TPS yang dirancang KPU. Jumlah orang yang terlibat di TPS tersebut, jika memakai target partisipasi dari KPU 77,5 persen adalah 82 juta orang, dikalikan positivity rate 19 persen, maka pada hari-H tersebut, tanggal 9 Desember 2020, ada potensi penyebaran serentak sekaligus secara nasional berjumlah 15.600 orang di 305 ribu TPS,” ujarnya. (tbc)