Anggota DPRD Provinsi Lampung Watoni Harap Tidak Ada Lagi Kekerasan Perempuan Dan Anak di Lampung

waktu baca 3 menit

GANTANEWS.CO, PESAWARAN — DPRD Provinsi Lampung periode 2019 – 2024 bersama pemerintah berharap tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak tidak terjadi lagi di Provinsi Sai Bumi Ruwa Jurai. Sehingga, secara intens dan terprogram, DPRD merumuskan dan mensosialisasikan Peraturan Daerah (Sosper) Nomor 2 tahun 2021 dalam setiap bulan di wilayah kerja masing-masing.

Hal ini disampaikan Anggota Komisi I DPRD Provinsi Lampung, Watoni Noerdin, saat sosialisasi Perda Nomor 2 tahun 2021 di hadapan masyarakat Desa Bernung, Kecamatan Gedongtataan, Kabupaten Pesawaran, belum lama ini.

Dalam kesempatan itu, Watoni mengatakan Perda Nomor 2 tahun 2021 lahir, didasari banyaknya tindakan kekerasan terhadap perempuan dan anak di 3-4 tahun lalu.

Sehingga, para aktivis perempuan berdiskusi bersama sejumlah unsur dan pihak, dengan harapan agar Lampung dapat meminimalisir, dan tidak terjadi lagi persoalan tindakan kekerasan.

“Kita sangat bersyukur, dihadapan kita semua ada penggagas dan merangkai lahirnya Perda Nomor 2 tahun 2021. Yaitu, Ibu Handi Mulyaningsih. Kami berterimakasih atas inisiatif yang digagas. Sehingga, lahirnya Perda ini,” kata Watoni.

Dengan demikian, Anggota Fraksi DPRD Provinsi Lampung itu menegaskan bahwa pemahaman Perda yang disosialisasikan pada kesempatan kali ini sangat penting dipahami oleh peserta khususnya warga Bernung. Agar, target dan harapan DPRD bersama pemerintah bisa terminimalisir bahkan hilang.

“Saya bersyukur bisa bertemu masyarakat Bernung di kegiatan sosperda ini. Saya berharap, tolong pahami oleh kedua Pemateri yang sudah hadir. Agar, masyarakat disini bisa memahami isi Perda tersebut, dan diimplementasikan di lingkungan keluarga dan sekitar,” ungkapnya.

Karena, fakta di lapangan. Banyak jumlah kasus yang terjadi tindak kekerasan di lingkungan sekitar, rumah tangga dan sejenisnya.

Dan warga atau tetangga melihat didiamkan saja. Tentu, respon dan sikap diam akan berimbas hukum kepada yang melihat dan mendiamkan tindakan kekerasan itu.

“Jadi, Ibu-ibu. Apabila kita melihat ada tindakan kekerasan dan berdiam diri, maka kita bisa dituntut. Artinya, kita harus ikut terlibat dan tanggung jawab untuk menyelesaikan persoalan yang terjadi. Minimal, cegah dengan melibatkan aparat Desa dan Babin,” tegasnya.

Selain itu, ada fakta menarik dilingkungan masyarakat sekitar. Yaitu, para perempuan lebih mengedepankan perasaan ketika proses ranah hukum sedang berjalan ketika terjadi tindakan kekerasan. Yaitu, meminta menghentikan proses hukum untuk suami tidak ditahan dan dikeluarkan,dengan dalih anak.

“Nah, ini sebenernya tidak boleh Bu. Padahal, ketika terjadi tindakan kekerasan, dan diproses hukum biarkan saja berjalan. Agar, ada efek jera dari sang suami. Minimal, dihukum 2-3 hari,” tegas Watoni.

Di tempat yang sama, Dosen Universitas Lampung, Handi Mulyaningsih mengatakan banyak hal tindakan kekerasan yang terjadi di Provinsi Lampung, terhadap perempuan dan anak. Diantaranya, kekerasan, fisik, seksual, ekonomi dan mental/mental.

“Nah, tindakan kekerasan itu sangat berkaitan pendidikan. Ketika, tingkat pendidikan masyarakat tinggi maka, pemahaman akan lebih berkualitas. Dan terhindar dari perilaku tindakan kekerasan terhadap perempuan dan anak,” tegasnya. (Adv).

Follow me in social media: