Komdigi Rancang Aturan Batas Usia Minimum untuk Media Sosial: Psikolog Ingatkan Peran Orang Tua dalam Membimbing Anak
Gantanews.co – Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) tengah menyusun regulasi terkait batas usia minimum bagi anak-anak dalam menggunakan media sosial. Aturan serupa telah diterapkan di berbagai negara, seperti Amerika Serikat, Inggris, Prancis, dan Korea Selatan, yang menetapkan batas usia berbeda untuk platform seperti TikTok, Instagram, dan YouTube.
Wacana ini muncul seiring dengan meningkatnya kekhawatiran terkait dampak media sosial terhadap anak-anak dan remaja. Beberapa platform media sosial telah memiliki kebijakan usia minimum, tetapi pelaksanaannya dinilai masih belum optimal.
Menteri Komdigi, Meutya Hafid, mengungkapkan bahwa pihaknya sedang melakukan kajian mendalam dengan melibatkan berbagai pemangku kepentingan guna memastikan aturan ini dapat diterapkan secara efektif.
Apa Saja yang Akan Diatur?
Regulasi yang sedang dirancang mencakup beberapa aspek penting, antara lain:
- Larangan Profiling Anak: Melarang praktik pengumpulan data pribadi anak tanpa izin.
- Batasan Usia: Menetapkan batas usia minimum untuk membuat akun media sosial.
- Proteksi Konten Negatif: Mencegah anak terpapar konten berbahaya seperti kekerasan atau eksploitasi.
- Klasifikasi Platform: Menyortir platform digital berdasarkan risiko yang mungkin dihadapi anak.
- Indikator Kesiapan Digital: Menyusun panduan untuk memastikan anak siap menggunakan platform digital.
- Teknologi Verifikasi Usia: Memastikan anak tidak bisa berpura-pura sebagai orang dewasa.
- Edukasi Pengguna: Mengharuskan platform menyediakan edukasi tentang penggunaan media sosial yang aman.
Perbandingan Batas Usia di Berbagai Platform
Berdasarakan penelusuran Gantanews.co, berikut adalah perbandingan batas usia yang telah diterapkan oleh beberapa platform media sosial:
1. Meta (Facebook, Instagram, WhatsApp)
Meta, perusahaan induk Facebook, Instagram, dan WhatsApp, menetapkan batas usia minimum 13 tahun untuk membuat akun. Namun, anak usia 10-12 tahun masih bisa menggunakan platform ini dengan pengawasan orang tua. Fitur khusus untuk anak-anak meliputi:
- Pengelolaan Akun oleh Orang Tua: Orang tua dapat mengatur privasi dan kata sandi.
- Pemantauan Waktu Penggunaan: Orang tua bisa membatasi durasi penggunaan.
- Kontrol Konten: Orang tua dapat memblokir aplikasi atau fitur tertentu.
2. Instagram
Instagram memiliki fitur khusus untuk remaja, terutama di wilayah Asia Pasifik, termasuk Indonesia. Akun remaja secara otomatis diatur menjadi privat, dengan pembatasan pesan dan konten sensitif. Remaja di bawah 16 tahun memerlukan izin orang tua untuk melonggarkan pengaturan.
3. TikTok
TikTok membagi pengalaman pengguna berdasarkan usia:
- 14-15 Tahun: Akun privat, pesan langsung dinonaktifkan, dan fitur duet/stitch tidak tersedia.
- 16-17 Tahun: Akun bisa diubah menjadi publik, tetapi pesan langsung tetap terbatas.
- 18 Tahun ke Atas: Semua fitur tersedia, termasuk pesan langsung dan unduhan video.
4. YouTube dan Google
Google menetapkan batas usia minimum 13 tahun untuk membuat akun. Anak di bawah 13 tahun hanya bisa menggunakan YouTube Kids, versi khusus yang dirancang untuk anak-anak. Orang tua dapat mengelola akun anak melalui Family Link.
Perlindungan Tambahan
Selain batas usia, beberapa platform juga menerapkan fitur tambahan seperti:
- Pembatasan Waktu Layar: TikTok membatasi penggunaan harian menjadi 60 menit untuk remaja.
- Mode Tidur: Instagram mengaktifkan mode tidur dari pukul 22.00 hingga 07.00.
- Notifikasi Malam Hari: TikTok menonaktifkan notifikasi malam hari untuk pengguna di bawah 18 tahun.
Psikolog Ingatkan Peran Orang Tua dalam Membimbing Anak
Sementara pemerintah menyusun regulasi, psikolog dari Universitas Indonesia, A. Kasandra Putranto, mengingatkan pentingnya peran orang tua dalam membimbing anak menggunakan media sosial secara bijak. Menurut Kasandra, penggunaan media sosial yang tepat dapat meningkatkan pertumbuhan pribadi, kebahagiaan, dan memperluas jaringan sosial anak.
“Orang tua perlu memastikan bahwa anak berinteraksi dengan konten positif di media sosial. Pastikan juga orang-orang yang terkoneksi dengan anak adalah mereka yang memberikan nilai dan ajaran positif,” ujar Kasandra seperti dikutip dari laman Antara pada Senin (17/2).
Kasandra menambahkan, orang tua harus membicarakan hal-hal yang baik dan tidak baik dilakukan di media sosial, seperti bullying atau menyebarkan informasi yang tidak benar. “Anak perlu memahami batasan dan etika dalam bermedia sosial,” tegasnya.
Masih dikutip dari laman Antara, psikolog Samanta Elsener juga menekankan pentingnya mengarahkan anak untuk mengikuti akun-akun yang memberikan dampak positif.
“Misalnya, akun yang berkaitan dengan pendidikan, hobi, atau minat anak. Ini membantu mereka belajar hal-hal bermanfaat,” ujar Samanta.
Selain itu, Samanta menyarankan orang tua untuk mengajak anak melakukan detoks media sosial secara berkala.
“Detoks setiap hari Ahad, misalnya, bisa menjadi langkah awal yang baik. Ini membantu menjaga keseimbangan kesehatan mental anak,” katanya.
Kesimpulan
Regulasi yang sedang dirancang oleh Komdigi diharapkan dapat memberikan perlindungan lebih bagi anak-anak di dunia digital. Namun, peran aktif orang tua dalam membimbing anak tetap menjadi kunci utama untuk memastikan penggunaan media sosial yang sehat dan produktif. Dengan kolaborasi antara pemerintah, platform digital, dan orang tua, diharapkan tercipta lingkungan online yang aman dan mendukung perkembangan anak. (red)