IKPI Usulkan Masa Kahar Coretax, Soroti 34 Masalah dalam 16 Hari Implementasi
Gantanews.co – Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) mengusulkan kepada Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan untuk memberlakukan masa kahar (force majeure) pada sistem Coretax. Usulan ini muncul karena berbagai kendala yang terus ditemukan sejak sistem tersebut diberlakukan pada 1 Januari 2025.
Baca juga: Coretax DJP Rawan Penipuan, Wajib Pajak Diminta Waspada
Melansir CNBC Indonesia pada Jumat (17/1), IKPI mencatat ada 34 masalah yang dihadapi wajib pajak dalam menggunakan Coretax hingga 13 Januari 2025. Beberapa kendala utama meliputi server DJP yang sering mengalami gangguan, menu yang tidak dapat diakses, kesulitan pengajuan sertifikat elektronik PIC, hingga data yang belum tersinkronisasi dengan Administrasi Hukum Umum (AHU) Kementerian Hukum dan HAM. Laporan terkait masalah ini telah disampaikan kepada DJP sejak 14 Januari 2025.
Ketua Departemen Penelitian dan Pengkajian Kebijakan Fiskal IKPI, Pino Siddharta, menyatakan bahwa sebaiknya pemerintah atau DJP menetapkan masa kahar agar wajib pajak tidak dikenai sanksi akibat kendala teknis yang berasal dari sistem Coretax.
“Dalam hal ini, ada baiknya DJP mengeluarkan kebijakan masa kahar agar wajib pajak tidak terkena sanksi akibat keterlambatan pembuatan faktur pajak, pembayaran pajak, dan pelaporan pajak yang disebabkan oleh sistem Coretax yang masih bermasalah,” ujar Pino, Jumat (17/1).
DJP sendiri telah memberikan masa transisi selama tiga bulan, mulai 1 Januari hingga 31 Maret 2025, melalui Peraturan Dirjen Pajak Nomor 1 Tahun 2025. Kebijakan ini mengatur fleksibilitas bagi wajib pajak dalam menerapkan dasar pengenaan pajak (DPP) terkait Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Namun, IKPI menilai bahwa masa transisi tersebut masih belum cukup mengakomodasi berbagai kendala teknis yang dihadapi wajib pajak.
Selain itu, Pino menegaskan bahwa penerapan Coretax sejatinya merupakan langkah besar dalam modernisasi administrasi perpajakan. Dengan sistem ini, proses perpajakan dilakukan secara real-time dan terhubung secara digital dengan berbagai entitas, termasuk 106 perbankan, 190 kementerian dan lembaga, serta 38 pemerintah provinsi.
“Tentu saja, implementasi sistem baru selalu diiringi berbagai tantangan. Namun, agar transisi ini berjalan lebih baik, perlu ada kebijakan yang melindungi wajib pajak dari dampak teknis yang belum terselesaikan,” kata Pino. (red)