Gugatan UU Adminduk ke MK: Kolom “Tidak Beragama” dalam KK dan KTP Dipersoalkan

waktu baca 2 menit

Gantanews.co – Dua warga, Raymond Kamil dan Indra Syahputra, menggugat Undang-Undang Administrasi Kependudukan (UU Adminduk) ke Mahkamah Konstitusi (MK). Mereka meminta agar kolom “tidak beragama” dapat dimasukkan dalam Kartu Keluarga (KK) maupun Kartu Tanda Penduduk (KTP). Gugatan ini diajukan untuk menguji Pasal 61 ayat (1) dan Pasal 64 ayat (1) UU Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan.

Dalam permohonannya, kedua penggugat mengungkapkan bahwa mereka tidak menganut salah satu dari agama yang diakui negara. Keduanya merasa dipaksa untuk mencantumkan agama tertentu di dokumen kependudukan mereka, yang berakibat pada kebohongan dan diskriminasi.

Raymond, dalam KTP-nya, mencantumkan Islam sebagai agama yang dianut. Namun, kini ia menyatakan tidak lagi beragama dan lebih memilih pendekatan ilmiah dan logis untuk memahami kehidupan. Indra juga mengaku tidak memeluk agama atau kepercayaan apapun, meskipun masih mencantumkan Islam pada KTP-nya.

Para pemohon merasa dirugikan secara konstitusional karena harus memilih salah satu agama atau kepercayaan di KK dan KTP. Mereka menilai hal ini melanggar hak asasi mereka karena tidak ada pilihan “tidak beragama” di kolom agama. Selain itu, mereka juga merasa didiskriminasi oleh petugas Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil yang menolak mengisi kolom agama dengan keterangan “tidak beragama.”

Raymond bahkan mengalami kesulitan dalam urusan pendidikan agama dan pernikahan. Dia mengaku ditolak untuk tidak mengikuti pendidikan agama dan merasa dipaksa berbohong tentang status agamanya demi bisa menikah kembali.

Dalam petitum mereka, kedua pemohon meminta MK untuk mengubah beberapa ketentuan dalam UU Adminduk, UU HAM, UU Perkawinan, dan UU Sistem Pendidikan Nasional. Mereka berharap agar UU tersebut diubah sehingga orang yang tidak memeluk agama atau kepercayaan tertentu tetap dapat memenuhi hak-hak administrasi mereka tanpa harus mencantumkan agama yang tidak dianut.

Sidang pendahuluan untuk kasus ini telah digelar pada Senin (21/10). Majelis Hakim MK yang diketuai Arsul Sani, dengan anggota Arief Hidayat dan Enny Nurbaningsih, menyatakan bahwa para pemohon masih perlu memperkuat argumentasi mereka, terutama terkait konstitusionalitas status “tidak beragama.”

Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih menegaskan bahwa UUD 1945 mengakui Negara berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Menurutnya, para pemohon perlu lebih jelas menjelaskan pertentangan norma yang diajukan untuk dapat meyakinkan sembilan hakim konstitusi.

Para pemohon diberi waktu 14 hari untuk memperbaiki permohonan, yang harus diserahkan paling lambat pada 4 November 2024. (red)

Follow me in social media: