Kebijakan Lobster KKP: Disinyalir Suburkan Pasar Gelap
Gantanews.co – Pengelolaan lobster di Indonesia kembali menjadi sorotan, terutama terkait kebijakan yang diatur melalui Permen KP Nomor 7 Tahun 2024. Meski Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menegaskan bahwa istilah ‘ekspor’ benih bening lobster (BBL) sudah tidak lagi digunakan, praktik yang terjadi di lapangan seolah mengindikasikan sebaliknya. BBL tetap diekspor, meskipun dengan dalih budidaya di dalam negeri—bahkan di luar negeri.
Sejak diberlakukannya aturan ini, KKP merancang skema budidaya lobster melalui perusahaan joint venture dengan Vietnam di Jembrana, Bali. Fase tebar benih pun disebut-sebut telah berjalan. Namun, transparansi KKP terhadap detail pelaksanaan skema tersebut tampaknya minim. Informasi tentang jumlah kolam, luas area budidaya, hingga jumlah benih yang ditebar, tidak pernah dipublikasikan secara rinci. Bahkan, foto lokasi budidaya di Jembrana tidak pernah muncul di media.
Ketua Umum Asosiasi Nelayan Lobster Indonesia (ANLI), Rusdianto Samawa, mengungkapkan kecurigaannya bahwa budidaya lobster yang diklaim berlangsung di Jembrana tersebut hanya fiktif. Menurutnya, PT. MutaGreen, perusahaan holding baru yang memimpin empat perusahaan joint venture tersebut, belum benar-benar melakukan kegiatan budidaya seperti yang diberitakan.
“Pasar gelap benih lobster ini diduga kuat dijalankan tanpa petunjuk teknis dan proses budidaya yang jelas di luar negeri. Tujuannya, agar skema ekspor ilegal BBL tidak tercium,” ungkap Rusdianto pada Rabu malam (28/8).
Ia juga menyebut adanya dugaan korupsi yang telah dirancang sejak satu tahun lalu. “Desain korupsinya sudah dimulai sejak setahun yang lalu, mengikuti skenario jahat yang kemudian melahirkan Permen No 7/2024,” tambahnya.
PT. MutaGreen, yang pada 2019 lalu tidak mendapat jatah kuota ekspor, kini disebut-sebut sebagai pemain utama di pasar gelap. Perusahaan ini, menurut Rusdianto, didirikan oleh pengusaha Vietnam berinisial MN yang dikenal terlibat dalam praktik pasar gelap.
Terkait dugaan korupsi ini, Rusdianto telah melaporkannya ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebulan lalu. KPK pun telah memproses laporan tersebut dan melakukan pemeriksaan di gudang-gudang benih lobster.
Rusdianto mendesak KPK untuk memanggil dan menindak pemilik koperasi yang diduga menyuplai BBL secara ilegal ke gudang yang dikelola BLU KKP di Tangerang. “Sampai saat ini, kebijakan BBL berpotensi menimbulkan kerugian negara hingga Rp200 triliun, sementara baru sekitar Rp207 miliar yang digunakan untuk membeli dan mengangkut benih bening lobster,” jelasnya.
Ia pun berharap KPK segera memanggil Menteri KP untuk dimintai keterangan terkait potensi kerugian negara dan dugaan fasilitasi pasar gelap melalui kebijakan Permen 7 Tahun 2024.
Dugaan praktik ilegal dalam kebijakan lobster ini menambah panjang daftar polemik yang menyelimuti sektor kelautan Indonesia. Rusdianto Samawa dan ANLI mendesak penegakan hukum yang tegas, sembari berharap KKP lebih transparan dalam mengelola kebijakan yang berdampak besar bagi nelayan dan sektor kelautan nasional. (red/i)
Follow me in social media: